Sengketa Lahan, Direktur PT GPL dan HAN Dipolisikan

SENGKETA LAHAN: Abdullah (kanan) saat melaporkan Direktur Utama PT Galuh Protank Logistic (GPL) dan PT Hijau Alam Nusantara (HAN) ke SPKT Polda Jatim. | Foto: Barometerjatim.com/ABDILLAH HR
SURABAYA, Barometerjatim.com Abdullah, warga Wonoayu RT 4 RW 7 Ds Gempol Pasuruan melaporkan Direktur Utama PT Galuh Protank Logistic (GPL) dan PT Hijau Alam Nusantara (HAN), Agus Mulyana ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jatim.
Berdasarkan laporan polisi bernomor TBL/1132/IX/2017/UM/JATIM, pelaporan atas dugaan tindak pidana penipuan, penyerobotan, pemalsuan, memberikan keterangan palsu sesuai pasal 378, 385, 263 dan pasal 266 KUHP, 12 September 2017.
Menurut Abdullah, laporan ini berawal dari perjanjian kerjasama antara Agus Mulyana dengan dirinya serta M Choirul Kurniawan untuk mendirikan pabrik pengumpul limbah B3 skala nasional di Manduro, Ngoro Mojokerto pada 2014 lalu.
Baca: Kasus Yusuf Mansur di Polda Jatim Naik ke Penyidikan
Posisi Abdullah dalam hal ini sebagai pemilik lahan. Sedangkan dua pihak yang lain sebagai pendanaan, penambahan fasilitas dan perizinan. Setelah pabrik berdiri dan beroperasi, Abdullah belum juga mendapat hasil dari perjanjian itu.
Tanah milik saya seluas 16.750 M3 tidak tahu junturungnya saat ini sudah berubah status kepemilikan menjadi atasnama terlapor, ujarnya, Kamis (14/9).
Masih Abdullah, saat dirinya mempertanyakan hal itu dan pembagian hasil dari isi perjanjian, terlapor selalu meghindar.
Awalnya saya dikasik jabatan komisaris, namun tiba-tiba jabatan itu dicopot dengan alasan saya ada masalah perbankan, dan digantikan oleh putra saya yang bernama Sultan Abdul Rasyid. Namun hingga saat ini anak saya itu tidak boleh masuk ke area pabrik, ujarnya.
Baca: Sertijab, Kapolda: Promosi Suami Tak Lepas dari Peran Istri
Menurut Abdullah, atas perbuatan terlapor tersebut, dirinya mengalami kerugian total senilai Rp 14 miliar. Dengan rincian nilai tanah dan bangunan senilai Rp 11 miliar dan mesin pembakar limbah senilai Rp 3 miliar.
Sebenarnya, pada pertengahan 2016 lalu, Abdulah sempat meminta direksi menutup pabrik dan menghentikan aktifitas produksi. Sehingga, pada 2 Agustus 2017, Abdullah diundang oleh direksi untuk rapat di Hotel Singgasana Surabaya.
Saat di Singgasana, saya kaget. Ternyata banyak juga hadir pihak-pihak yang tidak berkepentingan di tempat itu. Salah satunya seorang Mayor Jenderal berinisial W, ujarnya.
Kekhawatiran Abdullah akhirnya terbukti, ketika Darwin, yang mengaku sebagai akuntan dan legal, dalam forum itu mengatakan bahwa semua uang PT GPL dan PT HAN adalah milik si jenderal.
Baca: Motif Pembunuhan Istri Polisi: Terlilit Utang Rp 20 Juta
Setelah pertemuan di Hotel Singgasana itu, merasa dirugikan dan tidak ada etiket baik dari jajaran direksi, akhirnya Abdullah membawa masalahnya ini ke ranah hukum.
Harapan pelapor, para pihak mengembalikan hak nya dan pemerintah mencabut izin kedua perusahaan yang dikelola oleh terlapor tersebut.
Sementara Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pemantau Kinerja Aparatur Pemerintah Pusat dan Daerah (PKA-PPD) Lahane Azis mengatakan pihaknya saat ini memonitor dugaan kasus ini. Bahkan, dalam waktu dekat, pihaknya akan meminta lokasi pabrik di pasang garis polisi.
Polisi harus berani memproses hukum para pelaku sesuai laporan Abdullah. Dalam waktu dekat kita akan mengirim surat ke penyidik. Dan meminta seluruh set-aset untuk diamankan terlebih dahulu oleh penyidik. Hal ini dilakukan guna menghindari kerugian yang lebih besar lagi yang diderita pelapor, ujarnya.