Anwar Sadad: Perda 3/2022 Bukan untuk Membuat Pesantren Bergantung pada Negara

PARIPURNA DPRD JATIM: Anwar Sadad saat memimpin sidang paripurna DPRD Jatim. | Foto: Barometerjatim.com/IST
SURABAYA, Barometerjatim.com Peraturan Daerah (Perda) Jatim tentang Fasilitasi Pengembangan Pesantren, turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 18/2019 tentang Pesantren, sudah disahkan awal Juni lalu dan diundangkan menjadi Perda Nomor 3/2022.
Meski demikian, sejumlah pengelola pesantren masih khawatir Perda tersebut justru akan membelenggu otonomi pesantren, terlebih ada bantuan yang akan diberikan pemerintah sebagai bentuk fasilitasi pengembangan.
Salah satunya dilontarkan Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al Aqobah Jombang, KH Ahmad Junaidi Hidayat. Menurutnya, semangat Perda harus pada fasilitasi, bukan dominan di regulasi. Jangan sampai semangat mengaturnya yang berlebihan karena malah menjadi blunder.
- Baca: Gerindra Mulai Elus Jagoannya di Pilbup Pasuruan, Anwar Sadad: Rusdi Sutejo Layak Kita Calonkan!
Menepis kekhawatiran tersebut, Wakil Ketua DPRD Jatim, Anwar Sadad menjelaskan substansi dari Perda Nomor 3/2022 sebenarnya lebih pada pemberdayaan pesantren alias membuat pesantren berdaya.
Berdaya berarti pesantren itu kita fasilitasi, dibantu, supaya mereka bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, bisa jalan sendiri, tingkat ketergantungannya kapada yang lain seminimal mungkin, katanya.
Terlebih, lanjut legislator keluarga Pondok Pesantren (Ponpes) Sidogiri yang akrab disapa Gus Sadad itu, fitrah pesantren adalah mandiri. Di masa lalu pesantren-pesantren didirikan para kiai yang secara ekonomi memang mampu.
- Baca: Elektabilitasnya Terus Melesat di Bursa Cagub Jatim, Sadad: Fokus Kami Antar Prabowo Presiden!
Ya perlu pengaturanlah, penertiban tata kelola sebenarnya, administratif, ini pondok beneran, onok (ada). Maka dibuat aturan, misalnya apa definisi pesantren itu, kata Sadad yang juga Ketua DPD Partai Gerindra Jatim.
Definis pesantren dalam Perda, jelas Sadad, yakni lembaga pendidikan yang mempelajari secara mendalam ilmu agama, tafaqquh fiddin. Kemudian ada kiainya, ada santri yang mukim. Kalau santrinya tidak mukim maka bukan pesantren namanya, juga ada pengajian kitab.
Nah diatur, ada kualifikasi, ada ketentuan, sehingga lebih ke arah pembinaan sebenarnya, adminsitratif. Bukan untuk membuat mereka bergantung pada negara. Kalau pesantren se-Indonesia bergantung pada negara, buyar negaranya! tegas Sadad.
» Baca berita terkait Gerindra Jatim. Baca juga tulisan terukur lainnya Rofiq Kurdi.