Tolak Full Day School, Demo PMII Surabaya Ricuh

SALING DORONG: Aksi saling dorong massa PMII Surabaya dengan petugas dalam demonstrasi menolah full day school di depan Gedung DPRD Surabaya, Rabu (9/8). | Foto: Barometerjatim.com/BAYAN AR
SURABAYA, Barometerjatim.com Aksi massa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Surabaya menolak full day school di depan Gedung DPRD Surabaya, Rabu (8/8), berujung ricuh.
Situasi tak tarkendali saat massa memaksa masuk ke gedung untuk menemui anggota dewan. Belasan personel polisi dari Polrestabes Surabaya di belakang pintu gerbang langsung menghadang.
Saling dorong pun tak bisa dihindari. Massa makin beringas ketika salah seorang polisi menarik spanduk pendemo. Bahkan menarik paksa bendera kebesaran PMII Surabaya.
Tak hanya saling dorong, massa PMII bahkan sempat adu mulut dengan petugas sekitar 15 menit. Setelah kedua belah melakukan negosiasi, ketegangan berhasil dikendalikan dan petugas memperkenankan perwakilan pendemo masuk ke dalam gedung.
Baca: Aspirasi Mahasiswa Membentur Gedung Kosong DPRD Jatim
Dalam orasinya, massa PMII mengatakan, Adanya Permen Nomor 13/2017, maka peraturan itu 75 persen akan membunuh pendidikan di pesantren dan Madin (madrasah diniyah) sebagai wadah belajar di lingkungan pesantren," teriak Korlap Aksi, Hefni Yanto.
Menurutnya, penerapan Permendikbud Nomor 13/2017 tentang pendidikan tersebut, jelas akan menguras energi para siswa dan guru.
"Dengan pendidikan lima hari penuh, maka terjadi penurunan semangat belajar yang akhirnya menyebabkan stres. Maka jalan akhirnya adalah main gedget karena guru tak akan fokus mengurusi masalah itu," tegas Hefni.
Dengan kondisi yang dialami para pelajar sebagai imbas pendidikan full day school, maka terjadilah krisisi moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari.
Baca: Bupati Ipong Gugah Solidaritas Kader PMII di Pilgub Jatim
"Jika sudah demikian beban guru dan peran orang tua makin besar dan terjadilah generasi stres yang dialami bangsa ini," kecamnya.
Dalam aksinya itu, PMII menuntut pencabutan Permendikbud No 23/2017 dan meminta pemerintah mengganti Mendikbud Muhadjir Effendy karena telah mencederai pendidikan di Indonesia.
"Kami juga meminta pemerintah mengembalikan pengelolaan SMA/SMK ke daerah masing-masing yang saat ini dikelola provinsi," katanya.