Terjebak Surat Perjanjian di Tengah Rindu Bayi Laki-laki

Ilustrasi (Ist)
SURABAYA, Barometerjatim.com Eduard Rudi, kuasa hukum pasangan suami istri (pasutri) TH-ES mempermasalahkan surat perjanjian pemasangan bayi tabung yang dilakukan dokter AH terhadap kliennya. Menurutnya, perjanjian yang disuguhkan kepada pasien seringkali menjebak.
"Perjanjian hanya berlaku bila dilandasi dengan itikad baik. Bilamana ada itikad ataupun indikasi yang tidak baik, dalam artian melenceng dari apa yang diperjanjikan, tentu saja tidak berlaku lagi," katanya.
Rudi juga menyebut dokter AH berlindung secara hukum di balik surat perjanjian yang disodorkan kepada kliennya.
Baca: IDI Surabaya Digugat Gara-gara Kelamin Bayi Tabung
Perjanjian yang dimaksud yakni perjanjian yang menyebut ada peluang kegagalan 15 persen dari layanan program bayi tabung. Hal inilah yang selalu dijadikan pembenar. Menurut Rudi, dalam surat perjanjian juga jelas disebutkan PGD XY yang artinya itu laki-laki.
Sementara soal upaya dokter AH yang mengakui sempat menawarkan 'uang damai' sebesar Rp 100 juta kepada korban, Rudy menilai secara tidak langsung hal itu menunjukan bahwa dokter AH mengakui ada kesalahan yang telah diperbuat.
"Apa tujuan dokter AH menawarkan uang damai ke klien saya. Pasti ada hal yang melatarbelakangi tawaran tersebut," tambah ketua DPC Kongres Advokat Indonesia (KAI) Surabaya itu.
Ingkar Janji
Sebelumnya, melalui kuasa hukumnya, pasangan TH-ES menggugat dr AH karena tidak bisa membuktikan janjinya memberikan anak laki-laki dalam layanan bayi tabung.
Anak kedua pasangan TH-ES itu lahir dengan jenis kelamin perempuan bahkan dengan kondisi yang kurang sempurna pada akhir 2016 lalu.
Gugatan tidak hanya dilayangkan kepada dr AH, juga kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya yang dinilai tidak bisa memberikan sanksi etik kepada dr AH.