3 Tahun Hibah Pemprov Jatim Capai Rp 12,47 T, KPK Bongkar Titik Penyimpangan!

Reporter : -
3 Tahun Hibah Pemprov Jatim Capai Rp 12,47 T, KPK Bongkar Titik Penyimpangan!
BONGKAR PENYIMPANGAN: KPK identifikasi titik penyimpangan pengelolaan hibah Jatim. | Foto: Barometerjatim.com/BKT

SURABAYA | Barometer Jatim – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi sejumlah titik rawan penyimpangan pengelolaan dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim).

“Antara lain verifikasi penerima hibah tidak profesional, sehingga masih ditemukan pokmas (kelompok masyarakat) fiktif dan duplikasi penerima. Tercatat 757 rekening dengan kesamaan identitas (nama, tanda tangan, dan NIK),” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis, Senin (21/7/2025).

Selain itu, pengaturan jatah hibah oleh pimpinan DPRD Jatim berpotensi menguntungkan pihak tertentu secara tidak wajar dalam pembahasan anggaran. Sehingga terdapat pemotongan hingga 30% oleh koordinator lapangan, terdiri dari 20% untuk “ijon” ke anggota DPRD dan 10% untuk keuntungan pribadi.

Berikutnya ketidaksesuaian pelaksanaan kegiatan dengan proposal, akibat pengondisian proyek oleh pihak luar.

Lalu minimnya pengawasan dan evaluasi, terbukti dari 133 lembaga penerima hibah yang melakukan penyimpangan dengan total dana yang harus dikembalikan sebesar Rp 2,9 miliar, dimana Rp 1,3 miliar belum dikembalikan.

“Selain itu, Bank Jatim sebagai bank pengelola Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) belum memiliki prosedur pencairan hibah yang memadai, sehingga proses penyaluran dana hibah dilakukan seperti transaksi biasa tanpa verifikasi keamanan,” katanya.

20.000 Lembaga Penerima

Pemprov Jatim, secara rutin menerima alokasi hibah dalam jumlah cukup besar. Pada tahun anggaran 2023 hingga 2025, total mencapai Rp 12,47 triliun dengan jumlah penerima lebih dari 20.000 lembaga. Dana tersebut dialokasikan ke berbagai sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pemberdayaan masyarakat.

Penyaluran hibah Jatim, diatur melalui sejumlah regulasi antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.

DIPERIKSA: Khofifah usai diperiksa KPK sebagai saksi di Polda Jatim, 10 Juli 2025. | Foto: Barometerjatim.com/BKTDIPERIKSA: Khofifah usai diperiksa KPK sebagai saksi di Polda Jatim, 10 Juli 2025. | Foto: Barometerjatim.com/BKT

Lalu Pergub Jatim Nomor 44 Tahun 2021 dan Pergub Jatim Nomor 7 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan, Penatausahaan, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban serta Monitoring dan Evaluasi Hibah dan Bantuan Sosial.

Selanjutnya Pergub terbaru No 7 Tahun 2024 mengatur sejumlah perbaikan, seperti penambahan BUMDes sebagai penerima hibah dan persyaratan khusus untuk koperasi. Namun, regulasi ini belum mengatur secara tegas sanksi terhadap penerima hibah fiktif dan belum menetapkan kriteria pokmas insidentil secara jelas.

“Berdasarkan hasil evaluasi KPK, pengelolaan hibah di Jatim masih menghadapi tantangan serius. Minimnya transparansi, lemahnya pengawasan, dan kompleksitas regulasi menjadi faktor utama yang membuka celah bagi praktik koruptif,” ucap Budi.

KPK melalui tugas Koordinasi dan Supervisi (Korsup) menyampaikan hasil deteksi potensi penyimpangan hibah di lingkungan Pemprov Jatim, sebagai bagian pengintegrasian upaya penindakan-pencegahan korupsi.

“Mengingat saat ini KPK juga sedang menangani dugaan tindak pidana korupsi,  terkait penyaluran dana hibah kepada pokmas yang bersumber dari APBD Jatim,” katanya.

Tak hanya deteksi potensi penyimpangan, KPK juga menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Pemprov Jatim, meliputi penajaman tujuan pemberian hibah agar selaras dengan program prioritas daerah.

Berikutnya penetapan kriteria penerima hibah yang selektif dan berbasis indikator terukur, transparansi dalam verifikasi dan seleksi penerima hibah, serta pembangunan database terintegrasi antar pemerintah kabupaten/kota, provinsi, dan pusat.

Selain itu, penyaluran dana hibah perlu didukung teknologi sehingga digitalisasi sistem informasi hibah yang dapat diakses publik secara real time sangat diperlukan.

Lalu penguatan mekanisme pengawasan dan pelibatan masyarakat melalui kanal pengaduan publik, dan terakhir kolaborasi dengan Bank RKUD untuk merancang mekanisme pencairan hibah yang akuntabel.

Dalam kasus korupsi dana hibah Pemprov Jatim yang ditangani KPK, 4 orang divonis bersalah pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya dan dijebloskan ke penjara.

Mereka yakni eks Wakil Ketua DPRD Jatim (periode 2010-2024), Sahat Tua Simanjuntak divonis pidana penjara 9 tahun dan membayar uang pengganti Rp 39,5 miliar.

Lalu ajudan Sahat, Rusdi divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan. Sedangkan Hamid dan Ilham selaku penyuap lewat 'sistem ijon' alias uang diberikan terlebih dahulu sebelum alokasi hibah turun, masing-masing divonis 2 tahun 6 bulan penjara.

Sembilan pasca vonis Sahat dkk, KPK membuka lagi kasus korupsi dana hibah Jatim dengan menetapkan 21 tersangka. Termasuk tiga pimpinan DPRD Jatim periode 2019-2024, yakni Kusnadi (ketua), Anwar Sadad (wakil ketua), dan Achmad Iskandar (wakil ketua), serta Mahhud (anggota biasa).

Sedangkan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa diperiksa KPK sebagai saksi atas sejumlah tersangka di Polda Jatim selama 8 jam dari pukul 10.00 hingga 18.00 WIB, Kamis, 10 Juli 2025.{*}

| Baca berita Korupsi Hibah Jatim. Baca tulisan terukur Andriansyah | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.