IDENTITAS: Di dompet Agus Hariyono ditemukan KTP, kartu BPJS dan KTA PDIP Tahun 2005-2010. | Foto: Barometerjatim.com/BAYAN AR
Miris nian nasib Muh Agus Hariyono (51), warga Putro Agung III/38, Kecamatan Tambaksari, Surabaya. Hingga akhir hayatnya, pria yang bermatapencaharian sebagai pengayuh becak ini tidak diterima keluarganya. Jenazahnya pun terpaksa dirawat warga sekitar.
SELAIN pengayuh becak, Agus diketahui pernah menjadi anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Surabaya. Berdasarkan Kartu Tanda Anggota (KTA) yang ditemukan di dompetnya, kakek 51 tahun tersebut tercatat sejak 2005-2010 menjadi anggota partai kepala banteng moncong putih. Menurut Ketua RT III/RW III Putro Agung, Supriyadi (47), Agus meninggal di RSUD dr Mohammad Soewandhie Surabaya. Namun sebelum meninggal, dia ditemukan dua orang dokter tidur dalam kondisi sakit di atas becaknya. "Waktu kejadian, sekitar jam empat sore (16.00 WIB) ada dua orang dokter, semuanya perempuan lewat dan membangunkan Pak Agus. Tapi nggak bangun-bangun, lalu mereka membawanya ke Rumah Sakit Suwandi," terang Supriyadi saat ditemui wartawan di rumahnya, Selasa (18/7) sore. Baca:
Sistem Pengelolaan SMA/SMK di Jatim Buka Ruang Pungli Saat itu, salah satu warga bernama Aris diminta bantuan dokter tersebut untuk membantu membawanya ke rumah sakit. "Kemudian sekitar jam setengah lima sore (16.30 WIB) saya pulang kerja, diberitahu Yoyok, warga saya juga, soal peristiwanya," sambungnya. Mendapat informasi, ketua RT yang sudah enam tahun mengontrak di rumah Agus itu lantas datang ke rumah sakit untuk menjenguk. "Waktu itu belum meninggal. Mungkin sekitar jam lima-an (17.00 WIB) itu meninggalnya. Kemudian saya diminta menunggu dua jam, untuk didata identitasnya," ungkap bapak dua anak ini. Baca:
Kemiskinan di Sampang Bayangi Pelantikan Bupati Fadhilah Karena menolak menunggu lama, berdasarkan kesepakatan warga, Supriyadi pun membawa jenazah Agus menggunakan ambulans milik Masjid Solihin, Tambak Segeran. "Karena tidak ada identitas maupun keluarganya. Saya ajak saksi mengambil dompet di sakunya untuk mencari identitasnya. Yang ada di dompetnya cuma KTA PDIP tahun 2005-2010, kartu BPJS dan KTP-nya saja," ungkap Supriyadi.
Batal Diautopsi Setelah menyerahkan identitas, jenazah Agus baru boleh dibawa pulang tanpa menunggu pihak kepolisian. "Setelah isya' baru boleh dibawa pulang oleh pihak rumah sakit. Polisi sendiri, laporannya memang telat. Jadi polisi datang saat jenazahnya sudah kami bawa." Karena meninggalnya dikarenakan sakit, masih kata Supriyadi, jenazah Agus kemudian disemayamkan tanpa harus menunggu autopsi polisi. Agus disemayamkan di balai RW III dan dimakamkan di Makam Umum Rangkah Gg V. "Sempat diminta untuk diautopsi sebelum jenazah Agus disucikan warga. Saya persilakan dibawa kembali ke rumah sakit, tapi karena memang meninggal bukan akibat tindak kriminal, akhirnya tidak jadi autopsi." Baca:
Setelah Tujuh Tahun, Wasiat Gus Dur ke Khofifah Terpenuhi Yang disesalkan Supriyadi maupun warga sekitar, tak ada satupun keluarga yang mau menerima jenazah Agus. "Jadi terpaksa saya semayamkam di balai RW atas persetujuan warga. Bapak tirinya, Pak Darto sudah dikasih tahu warga, tapi bilang nggak mau kerepotan. Warga banyak yang menghujat, tapi tetap saja nggak mau menerima," tuturnya lagi. Supriyadi menceritakan, ibu kandung Agus menikah tiga kali. Agus adalah anak pertama dengan suami pertama. Kemudian menikah lagi dan punya satu anak bernama Loti yang tinggal di Malang. Baca:
Jalur Tengkorak Probolinggo, 20 Hari Renggut 16 Nyawa "Dengan suami ketiganya, Pak Darto tidak punya anak. Pak Darto yang tinggal di sini, di sebelah rumah yang saya kontrak. Kalau yang saya tempati ini dulunya kamar Agus," jelas pria yang bekerja di bengkel las itu. Setelah ibu Agus meninggal, masih cerita Supriyadi, Agus keluar dari rumah dan tinggal dengan istrinya di daerah Setro. "Tapi nggak tahu ya, entah cerai atau pisah ranjang, Agus keluar dari rumah istrinya dan memilih tidur di atas becaknya sekitar lebih dari satu tahun lalu. Dia ndak punya anak. Pakaiannya juga ditaruh di becaknya," tandas Supriyadi.