Cipayung Plus: Indonesia Tak Hanya Soal Cebong dan Kampret


SURABAYA, Barometerjatim.com Tujuh elemen mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus Jatim, meminta soal Cebong dan Kampret -- sebutan pendukung Jokowi dan Prabowo di Pilpres 2019 -- agar dihentikan.
Sudahlah, kita setop urusan Cebong dan Kampret. Negara ini tidak hanya ada dua kelompok itu, masih banyak masyarakat yang menginginkan pembangunan Indonesia berjalan, kata Ketua PKC PMII Jatim, Abdul Ghoni mewakili Cipayung Plus Jatim di Surabaya, Selasa (30/5/2019) malam.
Jika urusan Cebong dan Kampret tak dihentikan, lanjut Ghoni, hanya akan membuat suasana di tingkat akar rumput tidak nyaman. Membuat antartetangga dan teman terjarak, khususnya soal narasi gerakan people power yang menimbulkan keprihatinan tersendiri.
Cipayung Plus juga meminta sejumlah pihak agar menghentikan narasi menyalahkan penyelenggara Pemilu. Sebab, negara yang selama ini dianggap tidak mampu nyatanya sudah menjalankan pemerintahan sebagaimana mestinya.
Mereka menggiring opini di media, seakan KPU, Bawaslu dan semua elemennya dianggap tidak profesional dan dianggap melakukan kejahatan struktural, kata Ghoni.
Karena itu, pihaknya mengimbau semua elemen masyarakat dan mahasiswa untuk saling menjaga kondusifitas negara. Salah satunya dengan menunggu hasil ketetapan KPU terkait hasil Pemilu 2019, 22 Mei mendatang.
Selain Ghoni, turut pula menyertai Yogi Pratama dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Rijal Rachman (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia/KAMMI), dan Nabrisi Rohid (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia/GMNI).
Lalu Ridwan (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia/GMKI), Wayan (Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia/KMHDI), serta Aldo (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia/PMKRI).
Revisi UU Pemilu
Dalam kesempatan tersebut, Cipayung Plus juga menyampaikan rasa duka cita atas kematian ratusan penyelenggara Pemilu yang disebut-sebut akibat kelelahan saat bertugas.
Agar kejadian tak terulang, Cipayung plus meminta pemerintah meninjau ulang UU Pemilu. Salah satunya, proses penghitungan yang diharuskan selesai dalam sehari.
Karena menggunakan tenaga manusia tidak bisa diforsir dalam sehari dan ini sudah terbukti.
Apalagi pada Pemilu 2024, ada potensi tujuh surat suara yang dicoblos dan membutuhkan waktu penghitungan lebih lama dibanding Pemilu 2019. Tentunya banyak yang perlu direvisi di UU Pemilu, tegasnya.
» Baca Berita Terkait PMII, Pemilu 2019