Ternyata, Gus Dur Lebih Senang Disebut Bapak Kemanusiaan
PEJUANG KEMANUSIAAN: Dua pejuang kemanusiaan, Gus Dur bersama anak ideologinya, Khofifah Indar Parawansa. Foto diambil beberapa tahun yang lalu. | Foto: Ist
MOJOKERTO, Barometerjatim.com Seringkali kaum intelektual, termasuk dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU), memposisikan mendiang KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai "Bapak Pluralisme" atau "Bapak Multikultur".
"Padahal Gus Dur lebih senang disebut sebagai Bapak Kemanusiaan," ungkap Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa saat menghadiri peringatan HUT ke-72 RI yang digelar MWCNU Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto, Minggu (13/8) malam.
Tulisan di batu nisan Gus Dur: Here Rest a Humanist, menunjukkan bahwa cucu muassis NU, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari itu adalah seorang pejuang kemanusiaan. Atas nama kemanusiaan-lah Gus Dur menghargai keberagaman.
"Tadi saya ke Tebuireng, ziarah di maqbaroh Gus Dur, tentu ke maqbaroh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahid Hasyim. Saya melihat di batu nisan Gus Dur ada yang baru," kata Khofifah.
Baca: Setelah Tujuh Tahun, Wasiat Gus Dur ke Khofifah Terpenuhi
Perempuan yang juga Ketua Umum PP Muslimat NU itu lantas menceritakan perihal tulisan di batu nisan tersebut. Sekitar dua tahun sebelum wafat, Gus Dur berwasiat pada Khofifah kalau sewaktu-waktu dipanggil ke haribaan Allah agar di batu nisannya diberi tulisan: The Humanis Died Here (dalam bahasa Inggris).
"Kira-kira dua bulan sebelum wafat, saya dipesani lagi. Begitu juga sembilan hari sebelum wafat, saya dipesani lagi," ungkapnya.
Setelah Gus Dur wafat, saat haul pertama sampai keempat, Khofifah tak pernah mau memberi testimoni. Baru di haul kelima di Tebuireng, selain digelar di Ciganjur, Khofifah memberanikan diri untuk mengungkap wasit tersebut.
"Lima tahun saya tidak mau memberi testimoni, tapi karena panggungnya waktu itu persis di sebelah maqbaroh Gus Dur, tidak mungin saya tak menyampaikan," katanya.
Baca: Lewat Lukisan, Cara Gusdurian Madura Dukung Khofifah
Alasan Khofifah memendam wasiat itu selama lima tahun, karena ketika menanyakan ke Alwi Shihab, Mahfud MD maupun Ali Masykur musa, rupanya tidak mendapat pesan serupa.
"Tiga orang yang saya anggap cukup dekat dengan Gus Dur tak ada yang dapat pesan ini, jadi saya tak berani sampaikan. Tapi pada saat haul kelima, persis di sebelah maqbaroh Gus Dur maka saya harus sampaikan," katanya.
Akhir Ramadhan lalu, rupanya batu nisan baru dipasang meski dengan kalimat agak berbeda, keluarga Gus Dur memenuhi wasiat tersebut dengan menuliskan: Here Rest a Humanist (Di sini telah beristirahat pejuang kemanusiaan). Selain ditulis dalam Bahasa Indonesia juga Bahasa Arab, Inggris serta huruf kanji.
"Jadi Gus Dur lebih senang disebut pejuang kemanusiaan dari pada Bapak Pluralisme ataupun Bapak Multikultur," tandasnya.