Target 3 Besar, Romi Rangkul Para Penghancur PPP
PPP 'ANAK PERTAMA' NU: Ketum DPP PPP, Romahurmuziy (kanan) berbincang dengan Wakil Ketua Majelis Syariah DPP PPP, KH Anwar Iskandar di arena Rapimwil IV DPW PPP Jatim, Minggu (3/12). | Foto: Barometerjatim.com/ROY HASIBUAN
SURABAYA, Barometerjatim.com Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali menargetkan masuk tiga besar pemenang Pemilu 2019. Semangat ini didasari karena Partai Ka'bah pernah mencatat prestasi bagus pada Pemilu 1999 (peringkat 3) dan Pemilu 2004 (peringkat 3), sebelum melorot ke peringkat 6 di Pemilu 2009 dan semakin terpuruk di peringkat 8 pada Pemilu 2014.
Salah satu caranya, mengambil lagi suara-suara di basis yang pernah dimenangi, termasuk merangkul kembali para kiai atau tokoh masyarakat yang pernah 'menghancurkan' PPP di masa lalu.
"Kalau dia terbukti menghancurkan PPP berarti memang akeh umate (banyak pengikutnya). Maka kita butuh penghancur-penghancur PPP untuk bergabung lagi," kata Ketua Umum DPP PPP, Romahurmuziy saat menyampaikan pidato politik pada Rapat Pimpinan Wilayah (Rapimwil) IV DPW PPP Jatim dan Halaqoh Ulama di Surabaya, Minggu (3/12).
Baca: PPP Tak Akan Pilih Calon Kepala Daerah yang Cengengesan
Politikus yang akrab disapa Romi itu mengajak kader PPP untuk berdamai dengan sejarah. "Kita harus melupakan masa lalu. Kalau ada yang pernah melukai dan menggores hati kita, tetapi hari ini itulah yang harus kita ajak berdamai," katanya.
Romi menambahkan, jika PPP pernah berjaya di masa lalu karena saat itu Nahdlatul Ulama (NU) masih utuh. Tapi semuanya menjadi berubah ketika NU mempunyai 'anak kedua' alias Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"Biasalah anak sulung itu kan disimpar-simparno (tak dihiraukan), kemudian cah cilik sing dimanja-manjano (anak kecil yang dimanja)," katanya, kali ini disambut aplaus cukup heboh dari peserta Rapimwil.
Baca: Daftar di PPP Kubu Romi, Gus Ipul Rugi Rp 35 Juta
Namun Romi menegaskan, bagi penganut mazhab Imam Syafi'i yang di dalamnya ada qaul qadim dan qaul jadid, maka PPP disebutnya lebih murni ketimbang 'anak kedua' NU.
"Yang datang lebih dulu ini dianggap lebih murni, karena enggak punya motif apa-apa kecuali menjadi penerus estafet perjuangan politik umat Islam di Indonesia," tandasnya.
Maka kalau ditanya PPP itu apa, lajut Romi, "PPP ya NU itu sendiri, karena PPP merupakan ijtihad jamiyah Nahdlatul Ulama yang penandatanganan pendiriannya adalah Ketua Umum PBNU, KH Dr Idham Chalid almaghfurlah," katanya.
Sebaliknya, kalau ada partai lain yang datang sesudahnya, "Itu bukan NU yang melebur menjadi partai, tapi tokoh-tokoh NU yang menyeponsori pendiriannya, bukan NU-nya. Tapi kalau PPP ini NU-nya, maka semangat kita untuk menjadi militansi harusnya lebih kuat."
Kursi Ukuran Parpol
Sementara terkait politik santri yang belakangan banyak diperbincangkan, Romi menyebut hanya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) santri yang pernah menjadi Presiden RI. Itupun hanya 21 bulan karena Parpol penopangnya tidak kuat.
Sejarah mencatat, Parpol berbasis umat Islam di Indonesia belum pernah menang setelah 72 tahun republik ini merdeka. Pencapaian tertinggi hanya Masyumi, nomor dua pada Pemilu 1955 (20,92 persen) di bawah Partai Nasional Indonesia (PNI/22,32 persen) yang tampil sebagai pemenang.
"Setelah itu tidak pernah tercapai lagi angka sebesar itu. Apalagi di era reformasi ini, semua Parpol Islam menjadi Parpol menengah dan ini menjadi instrospeksi bagi kita semua," katanya.
Baca: Perkuat Basis NU, Khofifah Ambil Formulir Bacagub di PPP
Karena itu, lanjut Romi, PPP butuh besar di legislatif. Parpol tetap dihargai sebagai Parpol meski tak memiliki presiden, Wapres, menteri maupun kepala daerah asal mempunyai kursi besar di legislatif.
"Tapi Parpol tak ada harganya makala tak punya kursi. Maka titik inilah yang akan membuat kita dihargai dan dipandang orang," tegasnya.