Dikritik, Bos Berpikir Institute Hanya Manggut-manggut

Reporter : barometerjatim.com -
Dikritik, Bos Berpikir Institute Hanya Manggut-manggut

DIKRITIK: Novri Susan (tengah) yang duduk di sebelah Romel Masykuri (kiri) mengkritik tajam hasil analisis forecasting Berpikir Institute soal cara mengukur elektabilitas kandidat Cagub Jatim. | Foto: Barometerjatim.com/BAYAN AR

SURABAYA, Barometerjatim.com Direktur Eksekutif Berpikir Institute, Romel Masykuri hanya manggut-manggut ketika hasil ramalannya mendapat kritik tajam dari akademisi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Novri Susan saat acara Rilis Hasil Analisis Forecasting Peta Politik Menjelang Pilgub Jatim 2018 di Rumah Makan Sari Nusantara, Jl Gubernur Suryo, Surabaya, Rabu (12/4),

Novri tak mempermasalahkan siapapun kandidat calon gubernur Jatim yang 'diproyeksikan' memiliki elektabilitas tinggi. Hanya saja, hasil penelitian harus didasari metodologi yang benar agar bisa dipertanggungjawabkan.

Dengan mengusung data sekunder, Novri menilai ramalan Berpikir Institute tidak bisa langsung memberikan kesimpulan bahwa hasilnya merupakan kecenderungan.

"Jadi kita (dalam penelitian) punya dua metode, kuantitatif dan kualitatif. Kuantitatif itu pengukuran, mengukur kecenderungan rata-rata siapa masyarakat Jatim memilih siapa, dan tidak suka pada figur mana. Itu kecenderungan," jelasnya sambil melirik Romel. Sementara yang dilirik, sekali lagi, hanya manggut-manggut.

Begitu juga dengan pengukuran indikator-indikator yang digunakan Berpikir Institute dalam risetnya, belum bisa diberikan dalam bentuk kualitatif dan memberikan apa yang disebut margin error.

"Jadi margin error ini nanti, nanti ke atas 1 persen, ke bawah 1 persen. Ini belum bisa. Itu catatan untuk aspek metodologi," tandasnya.

"Ada satu kelemahan dalam metode penelitian yang menggunakan data skunder, yaitu berkaitan dengan kondensitas data. Data ini merupakan data yang sudah lalu, sudah berada pada fase tertentu."

Bagi Novri aspek metodologi ini sangat vital karena menjadi ukuran hasil suatu penelitian bisa dipertanggungjawabkan, sekaligus merepresentasikan kualitas berdasarkan pada metode.

"Ada satu kelemahan dalam metode penelitian yang menggunakan data skunder, yaitu berkaitan dengan kondensitas data. Data ini merupakan data yang sudah lalu, sudah berada pada fase tertentu," paparnya.

Meski demikian, Noveri berusaha membesarkan hati Romel dengan menyebut hasil ramalan yang dirilisnya bisa dijadikan sebagai bahan awal yang potensial menuju, menciptakan proses metode yang lebih akurat dan mempunyai legalitas yang lebih diperdalam.

Sebelumnya, dalam pemaparannya, Romel mengatakan metodologi risetnya dengan menganalisa data skunder. Analisa itu dilakukan mulai Febuari sampai April 2017.

Untuk data yang diteliti berasal dari sumber resmi kementerian terkait penghargaan dan juga lembaga nasional serta internasional terhadap kinerja institusi pemerintah dan perseorangan.

Baca: Pakai Data Sekunder, Ada Apa dengan Berpikir Institute?

Data lain diperoleh dari hasil survei yang disebutnya kredibel dalam rentang waktu 2004 hingga 2016. Berikutnya data berdasarkan rekam jejak figur dari analisa media massa, dan analisa persepsi elit politik dari hasil wawancara di media massa.

Untuk mendapatkan hasil analisanya, Berpikir Institut membuat grafik indikator inkumbensi, analisa inkumbansi, indikator dan analisa popularitas, indikator basis dukungan dan indikator penerimaan parpol.

"Kemudian kami menggabungkan semua indikator itu. Hasilnya Wakil Gubernur Saifullah Yusuf atau Gus Ipul memiliki nilai tertinggi yaitu 7.9375," ucap Romel.

Posisi kedua ditempati Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dengan nilai 7.479166667, disusul Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas (6.916666667) dan Tri Rismaharini (6.854166667).

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.