RSUD Soewandhie Bantah Dugaan Malapraktik, Sayangkan Pemblokiran Ruang Dokter!

Reporter : -
RSUD Soewandhie Bantah Dugaan Malapraktik, Sayangkan Pemblokiran Ruang Dokter!
TEPIS MALAPRAKTIK: RSUD Soewandhie, bantah dugaan malapraktik hingga telantarkan pasien. | Foto: IST

SURABAYA | Barometer Jatim – RSUD dr Mohamad Soewandhie dihantam kabar dugaan malapraktik hingga telantarkan pasien yang beredar di sosial media. Dugaan muncul setelah pasien berinisial R, 68 tahun, yang dirawat di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) meninggal dunia karena dinilai tidak dilayani dengan baik.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama (Dirut) RSUD dr Mohamad Soewandhie, dr Billy Daniel Messakh membeberkan kronologi adanya dugaan tuduhan tersebut terhadap pasien yang ditangani tim medis di ruang IGD, Jumat (1/11/2024) dini hari.

Ditemui di ruang kerjanya, Billy menyatakan tuduhan tersebut tidak benar, karena tim medis yang merawat pasien R sudah sesuai prosedur dan penanganan intensif.

Billy menerangkan, saat pasien R dilarikan ke IGD dalam keadaan tidak sadarkan diri. Melihat kondisi tersebut, nakes Soewandhie bergegas melakukan penindakan agar pasien tertangani dengan baik.

Setelah dilakukan penanganan, ternyata pasien R mengalami sakit kencing manis yang menyebabkan perempuan tersebut hilang kesadaran.

“Karena gula darahnya sangat tinggi. Jadi karena komplikasi gula darahnya yang sangat tinggi itu, menyebabkan luka di kakinya sehingga ada gangren yang menyebabkan harus amputasi dan naik ke otaknya sehingga tidak sadar, maka dari itu kami stabilkan di IGD,” kata Billy.

Dia menjelaskan, pada saat itu, dokter penanggung jawab pasien R segera melakukan pengobatan untuk penanganan lebih lanjut. Selain itu melakukan pengecekan gula darah terhadap pasien.

“Gula-darahnya itu 335, ya itu tinggi, sangat tinggi. Setelah itu dikasih obat kemudian turun menjadi 105 gula darahnya. Nah, ini membantah tuduhan bahwa kita tidak ngapa-ngapain (melakukan penindakan) terhadap dia (pasien),” jelasnya.

Dikarenakan infeksi penyakit tersebut sudah menyebar ke seluruh tubuh pasien, setelah melakukan pengobatan lebih lanjut, tim medis yang bertugas di IGD saat itu melakukan proses terapi dan observasi hingga kondisi pasien membaik.

“Nah, itu terapinya masih dilanjutkan terus. Karena kondisi otaknya sudah permanen dan tidak bisa kembali lagi, sehingga keadaanya tidak bisa kembali pulih dan kesadarannya tidak bisa naik,” paparnya.

Tak Kunjung Pulih

MEMBANTAH: Billy Daniel Messakh, bantah dugaan malapraktik di rumah sakit yang dipimpinnya. | Foto: ISTMEMBANTAH: Billy Daniel Messakh, bantah dugaan malapraktik di rumah sakit yang dipimpinnya. | Foto: IST

Lantaran kondisinya tak kunjung pulih, akhirnya pasien tersebut tidak bisa dilakukan perujukan ke RS lain ataupun dipindahkan ke ruang rawat inap. Pasien dengan kondisi tersebut harus diawasi ketat oleh tim medis. Setelah dilakukan perawatan intensif dan pengawasan ketat oleh tim medis, kondisi pasien R tak kunjung pulih justru mengalami penurunan.

Melihat kondisi tersebut, akhirnya tim medis yang bertugas di IGD menyampaikan kondisi sebenarnya kepada pihak keluarga pada 31 Oktober 2024 pukul 22.00 WIB. Namun pihak keluarga pasien justru tidak terima dengan tim medis, karena menilai tidak menangani pasien secara serius.

Melihat kondisi pasien yang tak kunjung pulih, pihak keluarga tidak terima terhadap pernyataan tersebut, hingga membawa massa dan melakukan protes ke ruang IGD.

“Saat itu datang ke salah satu dokter kami, pihak keluarga menanyakan kondisi pasien yang tak kunjung pulih. Kami pun menjelaskan karena memang kondisinya memburuk dan sudah sakit agak berat sehingga sulit untuk pulih kembali. Namun pihak keluarga terus menyudutkan kami bahwa tidak melakukan tindakan apapun,” terangnya.

Setelah itu, pihak keluarga memaksa masuk ke ruangan dokter yang menangani pasien R. Bahkan saat itu, sekelompok massa yang masuk ke dalam ruang IGD memblokir ruangan dokter sehingga menyebabkan terlambat menangani pasien lainnya.

Di waktu bersamaan, pasien R pun mengalami kritis hingga akhirnya dokter Soewandhie yang bertugas di IGD terlambat menolong karena ruangan diblokir pihak keluarga pasien. Karena kejadian ini, pasien R pun tidak sempat tertolong dan dinyatakan meninggal dunia.

Billy pun menyayangkan adanya aksi pemblokiran ruangan dokter pada saat akan melakukan penindakan terhadap pasien. Tak lupa, dia turut menyampaikan rasa berduka yang mendalam atas meninggalnya pasien tersebut.

“Dalam keadaan kritis kita mau tolong, mereka menolak, anaknya yang menolak. Karena anaknya menolak, akhirnya kami tidak bisa berbuat apa-apa. Di sisi lain, pihak keluarga justru bilang pasien dalam keadaan kritis tidak ditangani, padahal tidak,” jelasnya.

Dirawat Dokter Spesialis

Sementara itu Kepala IGD RSUD dr Muhammad Soewandhie, dr Ariyanto Setyoaji mengatakan, pada awal datang tim medis sudah melakukan pertolongan pertama. Mulai dari pemberian cairan infus, oksigen, obat antibiotik, hingga pemeriksaan laboratorium. Selain itu, tim medis yang bertugas di IGD juga melakukan pembersihan luka pasien hingga monitoring ketat.

“Jadi waktu itu juga kami tempatkan di tempat yang paling mudah untuk kami melakukan observasi. Ketika pasien tersebut masuk kami tempatkan di tempat khusus karena mengancam jiwa,” katanya.

Pada saat pasien ditangani, tim medis di IGD juga sudah berkoordinasi dengan dua dokter spesialis, yakni spesialis penyakit dalam dan spesialis bedah. “Jadi sudah dirawat oleh dua dokter spesialis,” ujarnya.

Agar kondisi pasien tetap stabil, tim medis melakukan observasi kontrol gula darah. Selain itu, juga diberi oksigen, karena kondisi oksigen ke otak pasien saat itu dalam kondisi tidak baik.

“Selain itu kami juga memberikan cairan infus yang kandungan natriumnya cukup tinggi. Setelah penanganan tersebut, pasien sempat membaik, namun beberapa saat kemudian kondisinya menurun kembali karena infeksi berat,” terangnya.

Karena kondisi pasien yang belum membaik, tim medis pun memutuskan untuk tetap dilakukan perawatan di IGD. Tujuannya, agar pasien bisa dilakukan pemantauan secara intensif.

“Melihat kondisi pasien pada saat itu belum stabil, maka kami memutuskan merawat pasien itu di IGD agar lebih baik. Pertama lebih untuk dilakukan transportasi dan kedua lebih baik dilakukan perawatan di ruangan, dan observasi di IGD lebih ketat,” ucapnya.{*}

| Baca berita Pemkot Surabaya. Baca tulisan terukur Andriansyah | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.