Warga NU Pilih Prabowo, Gus Sholah: Ya Silakan Saja, Itu Hak


SURABAYA, Barometerjatim.com Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang, KH Salahuddin Wahid tak mempermasalahkan kalau ada warga Nahdlatul Ulama (NU) memilih pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019.
"Ya silakan saja (pilih pasangan Prabowo-Sandiaga), itu kan hak dia," kata kiai kharismatik yang akrab disapa Gus Sholah tersebut di acara Oase Bangsa bertema Muslim Peduli Pemilu di Surabaya, Rabu (20/2/2019).
Adik kandung mendiang Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) itu mencontohkan di keluarga Tebuireng. Ada yang mendukung Jokowi-KH Ma'ruf Amin, di antaranya putra Gus Sholah, Irfan Wahid alias Gus Ipang atau KH Irfan Yusuf (Gus Irfan) yang memilih Prabowo-Sandiaga.
"Ya wajar saja. Yang tidak boleh itu saya, iya kan? Saya ndak boleh mendukung Jokowi, dan juga ndak boleh mendukung Prabowo. Mengayomi siapa saja, tidak memihak kepada satu kelompok," katanya.
Secara pribadi, apakah Gus Sholah memilih paslon nomor satu atau dua? "Waduh saya enggak boleh ngomong, dan hari ini saya belum menentukan. Nanti awal April saya baru menentukan," katanya.
Pemilu Sangat Penting
Saat ditanya urgenitas Pemilu terhadap muslim di Indonesia, Gus Sholah menjelaskan bahwa Pemilu menentukan masa depan bangsa. Baik peresiden dan wakil presiden maupun anggota DPR.
"Ini penting sekali. Politik itu mencakup banyak hal, keputusan-keputusan yang penting itu dilakukan dalam proses politik. Jadi Pemilu sangat penting," katanya.
Apakah itu berarti politik identitas sah-sah saja? "Ya, yang tidak boleh itu kan kalau kita mengangkat identitas agama, misalkan, tapi caranya tidak baik, atau mengutamakan kelompok atau partai tertentu," ujarnya.
Sebaliknya, kata Gus Sholah, kalau agama dipakai untuk kepentingan bersama maka tidak ada masalah. Dia mencontohkan Resolusi Jihad yang dicetuskan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari.
"Itu kan politisasi agama. Tanpa ada Resolusi Jihad, tidak ada peristiwa 10 November kan? Jadi yang tidak boleh itu agama dipakai untuk politik kekuasaan atau politik praktis. Tapi kalau dipakai untuk politik kebangsaan ya boleh," paparnya.
Hanya saja, tambah Gus Sholah, merumuskan politik praktis dengan politik kebangsaan itu yang harus betul-betul jelas, "Supaya enggak rancu," tegasnya.
» Baca Berita Terkait Gus Sholah, Pemilu 2019