Jejak Suap DPRD Jatim: Basuki Dihukum 7 Tahun, Kabil 6,5 Tahun, Hakim Akan Penuhi Tuntutan Vonis Sahat 12 Tahun?
SURABAYA, Barometer Jatim – Sahat Tua Simandjuntak (Golkar) bukan satu-satunya anggota DPRD Jatim yang pernah terjaring OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat suap. Januari 2017, dua anggota DPRD Jatim kala itu, Mochammad Basuki (Gerindra) dan Kabil Mubarok (PKB) juga diringkus lembaga antirasuh dalam skandal suap “setoran triwulan” dari dinas Pemprov Jatim mitra Komisi B.
Setelah setahun menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Basuki yang menjabat Ketua Komisi B divonis 7 tahun penjara lantaran terbukti menerima suap atas tugas pengawasan DPRD Jatim terhadap penggunaan anggaran 2017 serta revisi Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina.
Selain pidana penjara 7 tahun, Basuki juga dihukum membayar denda Rp 300 juta subsider 5 bulan kurungan, membayar uang pengganti Rp 225 juta subsider kurungan 1 tahun, serta hak politiknya dicabut selama 4 tahun. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan JPU KPK yang menutut 9 tahun penjara.
Sedangkan Kabil, divonis pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan. Selain itu diwajibkan membayar denda Rp 350 juta subsider 3 bulan kurungan, serta dicabut hak politikya selama 5 tahun. Vonis majelis hakim ini lebih ringan 2 tahun 6 bulan dari tuntutan JPU KPK, yakni pidana penjara selama 9 tahun.
| Baca juga:
- Skandal Suap Setoran Triwulan DPRD Jatim Seret 4 Eks Kepala Dinas ke Penjara, Berikutnya Siapa Lagi?
- Akhir Drama Sidang Suap Setoran Triwulan DPRD Jatim, Politikus PKB Kabil Mobarok Divonis 6,5 Tahun Penjara!
- Terbukti Terima Suap! Eks Ketua Komisi B DPRD Jatim Basuki Divonis 7 Tahun dan Hak Politik Dicabut
Di sisi penyuap, empat kepala dinas ikut terseret ke penjara. Yakni Kadis Perkebunan Jatim Syamsul Arifien, Kadis Industri dan Perdagangan Jatim, Ardi Prasetyawan yang masing-masing divonis pidana penjara 1 tahun 3 bulan, serta pidana denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan.
Dua kepala dinas lain yang lebih dulu dibui yakni Kadis Pertanian Jatim, Bambang Heryanto dan Kadis Peternakan Jatim, Rohayati. Bambang divonis 1 tahun 4 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan dari tuntutan 2 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan.
Lalu Rohayati divonis 1 tahun dan denda Rp 50 juta. Vonis ini lebih rendah dari tututan JPU, yakni 1 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 50 juta subsider 3 bulan.
Tak Jauh dari Tuntutan
KEMBALI KE TAHANAN: Sahat Simandjuntak kembali digiring ke tahanan usai jalani sidang. | Foto: Barometerjatim.com/RQ
Kini kasus suap DPRD Jatim terjadi lagi yang menyeret Sahat Simandjuntak sebagai terdakwa terkait dana hibah pokok-pokok pikiran (pokir), bahkan dugaan nilai suapnya terbilang fantastis, Rp 39,5 miliar.
Dalam persidangan, Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif tersebut dituntut JPU KPK pidana penjara selama 12 tahun, pidana tambahan uang pengganti Rp 39,5 miliar, denda Rp 1 miliar, dan pecabutan hak politik selama 5 tahun.
Akankah majelis hakim yag diketuai I Dewa Gede Suarditha memenuhi tuntutan JPU KPK? Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Korwil Jatim, Heru Satriyo meyakini vonis majelis hakim tidak akan jauh-jauh dari tuntutan JPU KPK.
| Baca juga:
- MAKI Yakin Perkara Korupsi Hibah Pokir Akan Melebar ke Pemprov Jatim: Kepala Bappeda Jadi Pintu Masuk!
- Dituntut 12 Tahun Penjara dan Bayar UP Rp 39,5 M, Pledoi Sahat: Sangat Berat! KPK Bagaikan Malaikat Pencabut Nyawa
- Tanggapi Tuntutan Jaksa KPK: Sahat Tetap Bersikeras Hanya Terima Suap Hibah Pokir Rp 2,750 M, Bukan Rp 39,5 M!
“Dalam petrsidangan bisa kelihatan, kalau playing victim Sahat tidak menarik perhatian majelis hakim. Saya yakin majelis hakim tetap berpatokan pada alat bukti yang disampaikan JPU KPK. Jadi tidak akan terpegaruh dengan playing victim Sahat, vonis tidak akan jauh dari tuntutan,” katanya.
Sementara dalam pledoinya, Jumat (15/9/2023), Sahat menyebuit kalau tututan JPU KPK supaya majelis hakim memberi vonis dengan pidana pokok 12 tahun penjara, pidana tambahan uang pengganti Rp 39,5 miliar, denda Rp 1 miliar, dan pecabutan hak politik selama 5 tahun sangat berat, sangat memberatkan diri dan keluarganya.
Terlebih, dia merasa tidak menerima ijon fee hingga Rp 39,5 miliar dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi -- keduanya sudah divonis masing-masing 2 tahun 6 bulan penjara. “Bagaimana saya harus mengakui sesuatu yang tidak pernah saya tahu dan tidak pernah saya terima,” katanya.
Politikus Partai Golkar Jatim itu menegaskan, dirinya tidak pernah membuat kesepakatan dengan siapa pun terkait persentase fee 20% atau berapa pun tentang pengusulan dana hibah.
| Baca juga:
- Kepala Bappeda Jatim Yasin Ingkari BAP: Bantah Bersama Heru Tjahjono Temui Orang BPK Bahas Hibah Pokir!
- JPU KPK Kejar Campur Tangan Heru Tjahjono! Pensiun kok Bisa Ikut Temui Orang BPK di Yogya Bahas Temuan Hibah Pokir
- Jaksa KPK Gali 'Pertemuan Aneh' di Yogya Usai OTT Sahat, Kesaksian Kepala Bapenda Jatim Beda dengan Heru Tjahjono!
“Semua yang disampaikan saksi Abdul Hamid maupun Ilham Wahyudi tidak benar. Sejak awal saya tidak pernah mengambil keuntungan pribadi dari apa pun untuk kepentingan masyarakat,” tandasnya.
Rp 39,5 miliar, lanjutnya, adalah angka yang sangat besar dan tidak mungkin secara logika ada orang menyerahkan tapi tidak pernah tahu uang tersebut sampai atau tidak pada penerimanya.
“Apalagi saudara Hamid dan Ilham menyerahkan uang puluhan miliar itu sebelum 2022, sedangkan mengenal saya baru 2022. Jadi tuntutan hukum itu sangat berat bagi saya dan memberatkan keluarga saya,” ujarnya.{*}
| Baca berita Korupsi Hibah Jatim. Baca tulisan terukur Rofiq Kurdi | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur