SURABAYA | Barometer Jatim – Aksi demonstrasi Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim) yang mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengusut dana Hibah Gubernur (HG) di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa (20/5/2025), nyaris ricuh.
Insiden kecil tersebut terjadi, ketika pendemo hendak membakar dua ban sebagai simbol kekecewaannya atas kasus korupsi dana hibah Jatim yang hingga kini tak kunjung tuntas.
Baca juga: Nikmati Keindahan Pantai Banyuwangi dengan Kapal Listrik Mewah, Cukup Rp 79 Ribu!
Namun aparat kepolisian mencegahnya, bahkan menyita dua ban yang akan dibakar pendemo. Sempat terjadi adu mulut dan saling tarik ban. Kejadian tidak berlangsung lama, lantaran Koordinator Jaka Jatim, Musfiq langsung mengambil alih komando dan menenangkan massanya sehingga demo kembali kondusif.
“Peserta aksi! Satu komando, satu tujuan. Ini aparat kepolisian bukan utusan gubernur, akan tetapi ini adalah untuk mengamankan aksi demonstrasi kita,” katanya.
“Jadi apa pun yang terjadi, kita adalah menyampaikan aspirasi ini dengan objektif, dengan materi berdasarkan kajian ilmiah dan unsur alat bukti memenuhi syarat yang di dalamnya dilakukan gubernur. Tetap semangat!” tandasnya.
Dalam aksinya, Jaka Jatim mendesak lembaga antirasuah jangan hanya mengubek-ubek hibah Pokok-pokok Pikiran (Pokir) DPRD Jatim, padahal HG Jatim tak kalah banyak menyimpan misteri.
“Jumlah HG Jatim sangatlah fantastis angkanya, bahkan setiap tahunnya mencapai triliunan rupiah hanya di satu OPD saja, yakni Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra),” kata Musfiq.
Dia kemudian membeber, berdasarkan Dokumen Pelaksana Kegiatan (DPA) Tahun Anggaran (TA) 2019-2023 di Biro Kesra Pemprov Jatim yang bersumber dari Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) RI, jumlah HG Jatim mencapai Rp 7,033 triliun (7.003.181.048.219) dengan dugaan diselewengkan Rp 2,061 triliun (2.061.294.933.164).
Rinciannya, TA 2019 sebesar Rp 1.192.168.247.000 dengan hasil temuan tidak melaporkan SPJ (fiktif) Rp 895.188.273.957. TA 2020 sebesar Rp 1.481.553.758.600,00 hasil temuan tidak melaporkan SPJ (fiktif) Rp 388.948.594.750.
Selanjutnya TA 2021 sebesar Rp 1.267.232.803.000 hasil temuan dugaan kerugian uang negara Rp 761.374.095.457. TA 2022 sebesar Rp 1.109.247.172.564 dugaan kerugian uang negara Rp 11.005.549.000, dan TA 2023 sebesar Rp 1.982.979.067.055 dugaan kerugian uang negara Rp 15.783.969.000.
“Dugaan tindak pidana korupsi di Biro Kesra Jatim sejak TA 2019 sampai 2023, dalam hal ini Hibah Gubernur mencapai Rp 2.061.294.933.164. Biro Kesra saja ini, belum masuk pada OPD yang lain,” tandas Musfiq.
Karena itu, Jaka Jatim mengaspirasikan agar KPK tersentuh, karena semua program hibah surat keputusannya ada di tangan gubernur, baik hibah Pokir maupun reguler.
“SK gubernur ini adalah mutlak diatur Perda maupun Pergub yang dikeluarkan oleh gubernur sendiri, Pergub Nomor 44/2021 yang mengatur Juklak dan Juknis bantuan sosial dan dana hibah,” kata Musfiq.
“Apabila sampai saat ini KPK belum menyentuh terhadap gubernur dalam hal ini HG, ini sangat tidak masuk akal. Harapan saya, ini pintu masuk KPK karena sudah dua kali melakukan penggeledahan di Biro Kesra. Saatnya menelaah barang bukti yang disita dan saatnya segera menetapkan gubernur sebagai tersangka,” sambungnya.
Minta Tak Dihakimi
Dalam kasus korupsi dana hibah Pemprov Jatim, 4 orang sudah divonis bersalah pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya dan dijebloskan ke penjara. Termasuk Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024, Sahat Tua Simanjuntak divonis pidana penjara 9 tahun dan membayar uang pengganti Rp 39,5 miliar.
Di awal-awal Sahat diringkus KPK, kantor Khofifah saat menjadi Gubernur Jatim periode 2019-2024 di Jalan Pahlawan Nomor 1, Surabaya, turut digeledah KPK pada 21 Desember 2022.
Baca juga: Survei terUKUR: Mayoritas Warga Jatim Puas Kinerja Khofifah-Emil, Capai 76%!
KPK juga menyasar ruang kerja Wakil Gubernur Jatim saat itu, Emil Elestianto Dardak dan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jatim, Adhy Karyono.
Kendati ruang kerjanya diubek-ubek KPK selama 10 jam dan hingga Sahat dkk divonis, baik Khofifah maupun Emil tak pernah diperiksa maupun dihadirkan sebagai saksi di persidangan Sahat.
KPK kemudian membuka lagi kasus korupsi dana hibah Pemprov Jatim yang belum tuntas dengan menetapkan 21 tersangka. Termasuk 3 pimpinan DPRD Jatim periode 2019-2024, yakni KUS (Kusnadi/ketua) AS (Anwar Sadad/wakil ketua) dan AI (Achmad Iskandar/wakil ketua), serta MAH (Mahhud/anggota biasa).
Dalam perjalanan pengusutan, KPK juga kembali menyasar Pemprov Jatim dengan menggeledah ruangan Biro Kesra Pemprov Jatim yang dikepalai Imam Hidayat pada 16 Agustus 2024, serta kantor Dinas Peternakan (Disnak) Jatim yang dikepalai Indyah Aryani di Jalan A Yani Surabaya pada 16 Oktober 2024.
KPK juga menggeledah rumah Anggota DPD RI, LaNyalla Mahmud Mattalitti di kawasan Mulyorejo Surabaya, Senin, 14 April 2025. Sehari kemudian, kantor KONI Jatim di Kertajaya Indah Surabaya juga turut digeledah.
Khofifah saat ditanya terkait penggeledahan KPK di kantor KONI Jatim, minta agar tidak ditanyakan ke dirinya tapi langsung ke KONI Jatim.
"Laa Illaaha Illallah. Mbok tanya KONI po'o rek, ojo takok aku. Pokoknya kalau sudah ada proses ya diserahkan saja sama APH (Aparat Penegak Hukum),” ujarnya di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Rabu (16/5/2025) malam.
Artinya Khofifah mendukung penuh langkah KPK? "Pokoknya begini lho, rek. Ada proses yang tengah berjalan, tunggu proses itu. Bisa enggak sampeyan (wartawan) ndak menghakimi. Tunggu proses itu, gitu," ucapnya.
Khofifah juga menegaskan, penyaluran dana hibah dari Pemprov Jatim untuk Pokmas sudah dengan sesuai SOP. "SOP-nya kan ada, semua saya rasa pasti sesuai SOP,” ujarnya.
Baca juga: Dugaan Korupsi Hibah SMK di Jatim Rp 65 Miliar, Kapan Kejati Tetapkan Tersangka?
Clear ya? “Lha enggak clear yok opo sih. Sik sampeyan maunya apa, tak depi (saya hadapi) sampeyan. Ndak sampeyan maunya apa?” katanya.
Saat disampaikan kalau pertanyaan tersebut hanya untuk memastikan, Khofifah menjelaskan, “Lha aku kan sesuai SOP, pasti ndak akan itu cair kalau tidak ada proses. Nah sekarang malah harus mengisi SIPD (Sistem Informasi Pemerintahan Daerah), ndak sampeyan maunya apa? Ini aku yang ngadepi sampeyan.”
Khofifah kemudian menegaskan, hibah adalah sah karena ada Undang-Undang (UU)-nya, bahkan sekarang harus mengisi SIPD.
“Saya ini orang yang terang, hibah itu sah. Kalau sampai kemudian ada APH datang, berarti ada sesuatu yang mungkin harus dijelaskan,” katanya.
Saat kembali ditanyakan bukankah uang hibah ke KONI Jatim dari Pemprov, Khofifah langsung menyergah, “Emang keluarnya dari saya? Ada enggak pencairan dari saya?"
"Mosok aku nyekel (pegang) duit. Kan ada nomor rekening, yang mencairkan rekening sopo? BPKAD. Sampeyan tanya ke BPKAD. Mosok pernah enggak aku mencairkan rekening hibah, kan bukan tugas gubernur,” tandasnya.{*}
| Baca berita Korupsi Hibah. Baca tulisan terukur Andriansyah | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur
Editor : Redaksi