
SURABAYA, Barometerjatim.com Perjalanan 99 hari kerja Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak dalam menahkodai Jatim, diwarnai kecaman dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
Baca juga: Formasi Baru Direksi-Komisaris Bank Jatim, Ada Eks Pimpinan KPK!
Kecaman tersebut terkait penghargaan yang diterima Jatim sebagai provinsi terbaik tim terpadu (Timdu) tingkat nasional dalam penanganan konflik sosial 2019.
Koordinator Kontras Surabaya, Fatkhul Khoir menilai, penghargaan tersebut prematur mengingat Khofifah baru empat bulan menjabat gubernur. Belum terlihat komitmen yang jelas terkait upaya penanganan konflik sosial, sama dengan mantan gubernur Soekarwo meski 10 tahun memimpin.
Bukti paling konkret, Pemprov Jatim disebut Kontras belum berhasil menyelesaikan konflik kelompok Syiah Sampang sejak 2012. Hingga kini ratusan orang masih terasing di Rumah Susun (Rusun) Jemundo, Sidoarjo.
Namun Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) DPRD Jatim, Agus Maimun berpendapat lain. Menurutnya, alat ukur yang dipakai untuk memberi penghargaan tersebut mengagregasi seluruh persoalan sosial.
"Tidak hanya satu persoalan sosial kemudian menggugurkan penghargaan. Tapi itu memang fakta yang masih menjadi PR, karena problem solver atas persoalan Syiah tidak hanya menjadi problem dan tanggung jawab seorang gubernur," paparnya pada Barometerjatim.com, Sabtu (25/5/2019).
Problem Syiah, papar Agus, menjadi tanggung jawab bersama, mulai dari pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat. "Komitmennya begitu," kata politikus yang juga ketua Forum Pengurus Karang Taruna (FPKT) Jatim tersebut.
"Kalau kita melanjutkan apa yang sudah digariskan saat pemerintahan Pakde Karwo, ada kesepakatan bersama antara kabupaten, provinsi, dan pusat dalam penanganan Syiah. Itu komitmen bersama," sambungnya.
Bahkan, tandas Agus, inisiatif untuk merelokasi Syiah ke Rusun Jemundo akibat berkonflik di Sampang dari provinsi. Lalu pemerintah pusat melaksanakan kewajibannya tentang santunan dan seterusnya.
Baca juga: VIDEO: 1 Persen pun Hibah Gubernur Jatim Tak Disentuh KPK, Kebal Hukumkah Khofifah?
"Nah, bahwa itu perjalanannya bagaimana, problemnya bagaimana, ini kan mediasi yang tidak mudah. Karena kalau dikembalikan ke daerah asal pasti akan terjadi konflik lagi," katanya.
Jadi problem konflik Syiah Sampang tidak bisa dibebankan ke Khofifah? "Oh, tidak bisa! Tidak bisa, tidak bisa," sergah Agus sembari memberi penekanan pada jawabannya.
Tak Melulu Konflik
Lagi pula, tambah Agus, hal-hal yang sifatnya sosial tidak melulu pada konfliknya. Tapi bagaimana Khofifah sudah menjawab persoalan gender yang menjadi problem sosial.
Dia mencontohkan bagaimana pengarusutamaan warga yang termarjinalkan, program-program di Nawa Bhakti Satya tentang masyarakat di pinggiran, hingga permasalahan sosial yang sifatnya komunal di wilayah pesisir yang didekatkan pada pembangunan Jatim.
"Ini kan indikator, bahwa Bu Khofifah tajam dan peka untuk menangani program sosial. Apalagi kalau kita berbicara tentang kemiskinan, tentang buta huruf, tentang angka kematian ibu dan bayi, itu kan sudah 'makanan' sehari-hari Bu Khofifah," paparnya.
Baca juga: Bank Jatim Catat Laba Bersih Rp 1,281 Triliun, Tertinggi di Antara BPD se-Indonesia!
Artinya penghargaan yang diberikan tidak terlalu cepat? "Ya tidak terlalu cepat, karena penghargaan itu sifatnya agenda rutin. Terus yang diberikan penghargaan itu kan gubernur Jatim, dan sekarang gubernurnya Bu Khofifah," ujarnya.
Agus menandaskan, penghargaan tersebut bukan hasil dari kerja personal, tapi Provinsi Jatim. Keberlanjutan dari kepemimpinan di Jatim yang dahulu sampai sekarang.
"Jadi melihatnya bukan Bu Khofifah seorang, tapi ini kerja kolektif Provinsi Jatim yang hari ini nahkodanya Bu Khofifah, kan begitu," tuntasnya.
ยป Baca Berita Terkait Pemprov Jatim, Khofifah
Editor : Redaksi