PENGUBAHAN NAMA JALAN: Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini diminta membatalkan pengubahan nama dua jalan di Surabaya. | Foto: Barometerjatim.com/ROY HASIBUAN
SURABAYA, Barometerjatim.com Disetujui DPRD Surabaya lewat rapat paripurna Agustus lalu, perubahan nama dua jalan di Kota Pahlawan, yakni Jalan Gunungsari menjadi Jalan Prabu Siliwangi dan Jalan Dinoyo menjadi Jalan Sunda justru ditolak elemen masyarakat.
Terbaru, protes dilayangkan Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri Indonesia (GM FKPPI) Jatim. Mereka bahkan meminta Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma) agar membatalkan perubahan nama kedua jalan tersebut.
Ini (penolakan) demi penghormatan terhadap sejarah perjuangan para pahlawan, tegas Ketua GM FKPPI Jawa Timur, Agoes Soerjanto di Surabaya, Selasa (18/9).
Baca: Paripurna Ganti Nama Jalan, Dua Politisi Nasdem Walk Out
Menurut Agoes, dua nama jalan tersebut menjadi salah satu tetenger (pertanda) perjuangan para pahlawan. Sehingga, GM FKPPI menilai, perubahan nama Jalan Gunungsari dan Jalan Dinoyo sebagai kebijakan yang ahistoris.
Kebijakan tersebut mengingkari nilai-nilai perjuangan para pejuang, sesal Agoes.
Merujuk penuturan ahli dan pelaku sejarah, papar Agoes, Jalan Gunungsari adalah bagian dari Front Bukit Gunung Sari yang menjadi basis pertahanan terakhir dan tempat gerilya arek-arek Suroboyo yang tergabung di Badan Keamanan Rakyat/Pelajar -- cikal-bakal Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP).
Pasca perang 10 November atau tepatnya 28 November 1945, Jalan Gunungsari menjadi benteng pertahanan terakhir melawan sekutu, karena lokasinya waktu itu masih dipenuhi bukit.
Baca: Pedagang Minta Risma Bijak Selesaikan Kemelut Pasar Turi
Saat itu, tambah Agoes, sangat banyak gerilyawan rakyat dan tentara pejuang yang gugur di medan tempur. Maka, untuk mengenang jasa mereka, dibangunlah Monumen Kancah Yudha Mas TRIP di Gunungsari yang diresmikan Pangdam V Brawijaya, Mayjend TNI Witarmin pada 7 Februari 1981.
Sekretaris GM FKPPI Jawa Timur, Didik Prasetiyono menambahkan, banyak memori kolektif publik yang terikat dengan nama-nama jalan di Surabaya. Memori itu akan dicabut sepihak oleh penguasa, tentu kita tolak, tegasnya.
Didik menyarankan, jika harus dilakukan perubahan, sebaiknya bisa dilakukan di beberapa ruas lain. Kan ada banyak ruas jalan baru di Surabaya. Pakai nama baru di ruas jalan itu. Jangan jalan yang sudah ada diganti namanya, kata Didik.
Kesepakatan 3 Gubernur
Perubahan nama kedua jalan tersebut bermula dari pertemuan Gubernur Jatim Soekarwo, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono.
Ketiga gubernur menyepakati adanya rekonsiliasi hubungan Jawa-Sunda akibat Perang Bubat di zaman Majapahit pada Abad ke-14 dengan mengubah nama jalan di Surabaya dan Bandung.
Jalan Gunungsari di Surabaya diubah dengan nama Jalan Prabu Siliwangi dan Dinoyo diganti menjadi Jalan Sunda. Pemkot Bandung juga sepakat mengubah dua nama jalan di wilayahnya. Jalan Gazebo menjadi Jalan Majapahit dan Jalan Kopo Pendek menjadi Jalan Hayam Wuruk.
Baca: Persebaya Tak Punya Kandang Berlatih, BDH Sorot Pemkot
Selanjutnya, kesepakatan itu dibawa ke Pemkot Surabaya untuk dimintakan persetujuan DPRD. Sampai terjadilah pro dan kontra, baik di internal Pansus DPRD maupun kalangan masyarakat.
Bahkan pada sidang paripurna DPRD Surabaya, 11 Agustus 2018 lalu, dua anggota Fraksi Partai Nasdem, Fathul Muid dan Vinsensius Awey memilih walk out dari ruang sidang karena menolak perubahan nama dua jalan tersebut.
ยป Baca Berita Terkait Pemkot Surabaya, DPRD Surabaya, Tri Rismaharini
Editor : Redaksi