Rampas Hak Reproduksi PWNU Jatim Tolak Hukuman Kebiri

barometerjatim.com

TOLAK KEBIRI: KH Asyhar Shofwan (tiga dari kiri), hukuman kebiri rampas hak berketurunan. | Foto: Barometerjatim.com/ROY HS

SURABAYA, Barometerjatim.com Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, mendukung hukuman seberat-beratnya bagi pelaku kejahatan seksual, termasuk 'predator anak' di Mojokerto, Muhammad Aris (20). Namun PWNU juga menolak keras hukuman tambahan berupa kebiri kimia.

Baca juga: Tolak Pengesahan RUU Kesehatan Omnibus Law, IDI Lamongan Ancam Demo ke Jakarta!

"PWNU tidak setuju adanya hukuman kebiri. Mudaratnya, selain kontra dengan hukum Islam, hukum harus melindungi hak asasi umat manusia," terang Ketua Bahtsul Masail PWNU Jatim, KH Ahmad Asyhar Shofwan di Surabaya, Kamis (29/8/2019) petang.

"Dalam hal ini ada lima (hak asasi manusia yang harus dilindungi), salah satunya hak untuk berketurunan. Kalau orang dikebiri, berarti hak itu menjadi hilang. Maka ini merampas hak berketurunan," tegasnya.

Kiai Asyhar menjelaskan, hukum kebiri kimia dalam pandangan Islam bagi pelaku kejahatan seksual dan anak dapat dikategorikan sebagai tazir. Namun demikian tidak diperbolehkan alias dilarang.

Apa alasannya? Menurut Kiai Asyhar, ta'zir harusnya ada tujuan kemaslahatan, dalam hal ini apa maslahat dari hukum untuk melindungi hak-hak pokok bagi manusia.

"Kalau seseorang dihukum kebiri, berarti itu menghalangi hak untuk reproduksi atau berketurunan. Inilah yang paling prinsip atau akibat paling fatal terhadap hukuman kebiri," tegasnya.

Lalu, lanjut Kiai Asyhar, para ulama mayoritas mensyaratkan hukuman harus tidak berdampak negatif di kemudian hari. Padahal, menurut pandangan kesehatan, kebiri kimia justru berdampak lebih berat dari kebiri yang bersifat operasi.

Baca juga: Covid-19 di Surabaya Masih Tinggi, 270 Dokter Ikut Terpapar

"Karena yang rusak tidak hanya organ reproduksi, tapi organ-organ lain juga akan ikut rusak. Maka di sinilah dampak negatifnya akan lebih besar," ucapnya.

Dokter Tolak Eksekusi

Kalaupun dilaksanakan, yang mengeksekusi tentu orang yang kompeten yakni dokter. Sedangkan dalam kode etik dan sumpah profesi, dokter tidak bisa melakukan eksekusi terhadap hukuman kebiri. Maka secara teknik tidak bisa dilaksanakan.

Baca juga: Miris Dalam 190 Hari, 74 Nakes di Jatim Gugur akibat Covid-19

Berikutnya dalam aspek hukum positif. Menurut Kiai Asyhar, kebiri tidak sesuai dengan KUHP yang berlaku di Indonesia. "Dikatakan tim hukum kita, kebiri sebagai hukuman tambahan tidak ditemukan dalam pasal-pasal di KUHP," ujarnya.

Lantas bagaimana dengan perlindungan anak agar selamat dari kejahatan seksual? Kiai Asyhar menyebut, tentu saja diperlukan hukuman yang seberat-beratnya.

"Walupun demikian tetap tidak boleh menyalahi hukum Islam. Misalnya penjara seumur hidup atau hukuman mati," tegasnya.

ยป Baca Berita Terkait Hukuman Kebiri Kimia

Editor : Redaksi

Sudut Pandang
Berita Populer
Berita Terbaru