Pernyataannya Dicap Menyesatkan, Pengamat Unair ke PSI: Dewan Pembina Seumur Hidup kok Tak Mau Disebut Otoriter?
SURABAYA, Barometer Jatim – Sorotan bahwa Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai partai dengan sistem kerja bertendensi otoriter, terus menjadi perbincangan publik.
Kali pertama sorotan dilontarkan pengamat politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi, Jumat (8/9/2023), yang kemudian dibantah PSI Surabaya dengan menyebut statemen doktor alumnus Murdoch University Australia itu menyesatkan.
Mendapat sanggahan, Airlangga yang juga salah seorang penulis buku Globalisasi dan Neoliberalisme: Pengaruh dan Dampaknya bagi Demokratisasi Indonesia, kembali membeber analisisnya soal tendensi PSI sebagai partai otoriter.
“Sanggahan PSI atas pernyataan saya terkait otoritariannya serta jejak-jejak dan tendensi diktatorial di internal PSI dengan dalih berpijak pada aturan AD/ART, sehingga menyimpulkan bahwa statemen saya menyesatkan, memperlihatkan bahwa mereka tidak memahami konsepsi-konsepsi dasar dalam ilmu politik yang digunakan sebagai perangkat memahami maupun berkiprah di panggung demokrasi Indonesia,” paparnya, Senin (11/9/2023).
| Baca juga:
- Tajam! Pengamat Unair Sebut PSI Parpol Sangat Otoriter dan Diktator, Lho Kenapa?
- HISNU: Cak Imin Bukan Representasi Nahdliyin, Suara Mayoritas Warga NU Bakal Mengalir ke Ganjar!
- Akhir Pekan, Kader PDIP Surabaya Bergerak Serentak Door to Door Galang Pemenangan Ganjar!
Mengutip Anggaran Dasar PSI, pada bab VI disebutkan bahwa dewan pembina sebagai pemegang otoritas tertinggi partai. Kemudian pada bab VII, di pasal 16 ayat (5) secara jelas disebutkan keanggotaan dewan pembina berkedudukan hukum tetap dan permanen seumur hidup, kecuali jika yang bersangkutan mengundurkan diri atau meninggal dunia.
Lalu pada pasal 16 ayat (4) disebutkan dewan pembina dapat merangkap jabatan ketua umum, sekretaris jenderal, ketua dewan pertimbangan nasional, ketua dewan pakar nasional dan dewan pimpinan pusat. Dewan pembina PSI juga dituliskan memiliki kewenangan untuk memutuskan, menyetujui, membatalkan seluruh kebijakan partai di semua jenjang struktur partai.
Saat ini, Ketua Dewan Pembina PSI dijabat oleh pengusaha Jeffrie Geovani, Wakil Ketua Dewan Pembina Grace Natalie, dan Sekretaris Dewan Pembina Raja Juli Antoni.
| Baca juga:
- Gaduh Cak Imin Disasar KPK Usai Jadi Cawapres Anies, LaNyalla: Justru Biar Terang Benderang, Gak Perlu Dipolitisir
- Kok Mau-maunya Surya Paloh Pilih Cak Imin yang Elektabilitasnya Rendah! Simak Analisis Pengamat
- Surya Paloh Pilih Duet Anies-Muhaimin, Peneliti SSC: Warga Jatim Mayoritas NU Lebih Inginkan AHY Cawapres!
Airlangga menjelaskan, analisisnya yang menyatakan PSI bertendensi otoriter adalah berawal dari kritik terhadap AD/ART. Mengacu pada AD/ART merupakan cara pandang ilmiah dengan menggunakan pendekatan kelembagaan dan kelembagaan baru atau political institutionalism atau new institutionalism.
“Dalam institusionalisasi politik, maka pijakan analisis memegang peran penting yaitu terkait proses pelembagaan yang di dalamnya ada regulasi, salah satunya adalah AD/ART sebagai aturan utama dari partai politik,” ujarnya.
Dari kajian kelembagaan itulah, lanjut Airlangga, dapat diketahui bahwa ternyata dewan pembina PSI dapat menjadi apa saja sehingga bisa menganulir suara dari bawah. Selain itu, keanggotaan dewan pembina ditegaskan permanen seumur hidup kecuali yang bersangkutan mengundurkan diri atau meninggal dunia.
“Bukti di Anggaran Dasar itu memperlihatkan jejak-jejak diktatorial atau otoritarianisme pada tubuh PSI. Ini di Anggaran Dasar lho ya, bukan saya yang bilang. Jadi kok tidak mau disebut bertendensi otoriter?” ujarnya.
Bisa Jadi Apa Saja
Airlangga menambahkan, yang juga dipertanyakan publik adalah dewan pembina PSI yang dapat menjadi apa saja yang kemudian memberi ruang konstitusional partai untuk sangat membatasi posisi ketua umum partai guna menjalankan perannya dalam mengelola partai.
“Sehingga dari rujukan regulasi institusional, terbuka ruang kiprah ketua umum sangat dibatasi oleh peran tak terbatas dari dewan pembina. Konsekuensi terjauh dari posisi ini adalah Ketum PSI bisa tidak lebih sebagai alat atau ‘boneka’ dari dewan pembina dalam internal PSI,” jelasnya.
Lebih tepatnya dikatakan, tandas Airlangga, bahwa corak dasar kelembagaan dari PSI adalah oligarki (segelintir elite menguasai arah dan coraknya partai politik). Bahkan arah otoritarianisme dari PSI mengarah bukan saja oligarki namun menjadi permanen oligarki, ketika seluruh dewan pembina yang ada di dalamnya bersifat permanen. Dari situ dapat dilihat sama sekali tidak ada napas demokrasi maupun republikanisme di dalamnya.
Dia kemudian menganalisis, terkait dengan pijakan kelembagaan baru dalam PSI terutama antara regulasi dan lembaga dengan agensi, wacana, strategi dan adaptasi politik partai, corak ini juga membentuk kiprah politik PSI secara fundamental. Dimana ada split personality antara kesadaran wacana dan kesadaran praktik.
“Ketika PSI selalu menampilkan ke publik sebagai partai yang demokratis, pluralis, dan egaliter, namun dalam kiprah politiknya mereka bungkam ketika ada wacana liar tiga periode mulai muncul,” kata Airlangga.
“Hal ini karena wacana tersebut sejalan dengan corak dasar lembaga PSI yang otoritarian memiliki bibit-bibit diktatorial dan bercorak diktatorial permanen, meskipun berbeda dengan kemasan politik yang selama ini mereka tampilkan di publik,” kritiknya.
| Baca juga:
- Dituntut 12 Tahun Penjara dan Kembalikan Uang Korupsi Hibah Rp 39,5 M, Sahat Tertunduk dan Berkaca-kaca!
- Hapus Sekat Sekolah Negeri dan Swasta, Kepala SMP se-Surabaya Senam Bareng di Kebun Raya Mangrove
- Tuntut Uang Korupsi Hibah Rp 39,5 M Dikembalikan, Jaksa KPK: Perbuatan Sahat Kejahatan Luar Biasa!
Sebelumnya, Sabtu (9/8/2023), Anggota Fraksi PSI DPRD Surabaya, Josiah Michael menepis tudingan Airlangga. “Tudingan bahwa kewenangan dewan pembina yang dijadikan alasan otoriter itu sangat berlebihan,” katanya.
Sebab, tandas Josiah, dewan pembina lebih dari satu orang dan sesuai AD/ART. Pun keputusan dewan pembina harus diambil secara demokratis dan egaliter.
“Beda cerita kalau dewan pembina hanya satu orang, itu baru bisa disebut otoriter. Lah ini kan tidak, dan dalam hal ini telah selaras dan koheren dengan UU Parpol,” ucapnya.
Menurut Josiah, kewenangan dewan pembina yang juga disebut militeristik karena bisa membatalkan keputusan dari tingkat yang ada di bawahnya sangat tidak benar.
“Karena forum tertinggi partai telah memberikan kewenangan kepada dewan pembina sebagaimana diatur dalam AD/ART,” kata anggota Komisi A DPRD Surabaya itu.
“Jadi, tuduhan yang mengatakan bahwa PSI adalah partai paling otoriter dan diktator adalah tidak benar dan cenderung menyesatkan publik,” imbuh Josiah.{*}
| Baca berita Pemilu 2024. Baca tulisan terukur Roy Hasibuan | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur