Whisnu Bisa Dijegal Sosok Muda yang Punya Visi Kota Modern


SURABAYA, Barometerjatim.com Whisnu Sakti Buana berpeluang menjadi wali kota Surabaya pasca Tri Rismaharini (Risma). Dari hasil survei Surabaya Survey Center (SSC) periode 20-31 Desember 2018, wakil wali kota Surabaya itu mencatat elektabilitas tertinggi: 15,4 persen.
Peluang Whisnu memenangi Pilwali Surabaya 2020 semakin lebar, kalau lawan yang dihadapi hanya para kandidat dari jalur tokoh tradisional sekelas Adies Kadir (elektabilitas 6,9 persen) atau Fandi Utomo (4,3 persen).
"Jika yang mucul itu adalah tokoh-tokoh tradisional, agak berat dan sulit untuk mengimbangi Pak Whisnu," nilai Peneliti Senior SSC, Surochim Abdussalam kepada Barometerjatim.com di Surabaya, Kamis (10/1).
Whisnu, lanjut Surochim, hanya bisa dikalahkan dengan mekanisme seperti Pilgub Jatim. "Yaitu memunculkan tokoh-tokoh muda yang betul-betul fresh, lintas partai, lintas sektoral, serta punya visi membangun kota modern," paparnya.
Lagi pula, elektabilitas 15,4 persen untuk petahana jauh dari posisi aman. Namun Surochim meng-underline tokoh muda penantang Whisnu tidak bisa berdiri sendiri, harus punya patron dengan tokoh-tokoh tradisional berpengaruh.
Surochim mencontohkan Azrul Ananda yang harus mendapat support dari Dahlan Iskan. "Orang tahu Mas Azrul untuk pengolahan kota modern oke, milenial oke, tapi kalau enggak ada lampu hijau dari Pak Dahan akan sulit karena terkait dengan tiket (Parpol pengusung)," jabarnya.
Uruan tiket, tegas Surochim, biasanya menjadi wilayah tokoh-tokoh tradisional berpengaruh. "Begitu juga Mas Bayu (Airlangga), urusan tiketnya ya Pakde (Karwo). Gus Hans (Zahrul Azhar Asad) ya Bu Khofifah, dan calon yang berpatron ke Bu Risma," katanya.
Kalau dua syarat -- kompetensi terkait citra sebagai pemimpin milenial yang visioner, serta mengait tokoh tradisional berpengaruh -- itu terpenuhi, ucap Surochim, Pilwali surabaya 2020 akan berlangsung kompetitif. Bahkan tokoh muda berpotensi menjegal Whisnu.
"Tapi kalau Pak Whisnu hanya ditandingi kelompok-kelompok tradisional seperti Fandi Utomo itu sulit, karena basisnya (konstituen PDIP di Surabaya) sudah terlalu kuat. Kemudian swing voter dan undecided voter juga tak akan terpenuhi," paparnya.
Figur Masih Utama
Apakah yang dipola seperti Pilgub Jatim 2018 tersebut hanya sosoknya atau juga isu yang dibangun? "Saya kira yang pertama dan lebih urgen adalah sosoknya, karena di Pilkada figur masih utama," katanya.
Apalagi Surabaya ke depan memang harus dipimpin tokoh muda yang visioner, mampu membangun kota modern. "Untuk mengusung kota modern masa depan, anak-anak muda jauh lebih ekspektatif. Tapi harus memiliki dua kompetensi tadi," tegasnya.
Soal elektabilitas kandidat muda yang masih jauh di bawah Whisnu, menurut Surochim yang juga pengajar di Universitas Trunojoyo Madura (UTM), hal itu bisa dibangun karena Pilwali Surabaya masih sekitar dua tahun lagi.
Dia mencontohkan Emil Dardak yang maju Pilgub Jatim, saat itu hanya bermodal elektabilitas sekitar dua persen. Tapi seiring waktu, kerja keras, dan isu-isu masa depan yang dibangun, elektabilitas Emil meroket di ujung pemungutan suara.
» Baca Berita Terkait Pilwali Surabaya