Dikeroyok Koalisi Gemuk Prabowo, Pengamat Nilai Justru PDIP Akan Tuai Simpati Publik!
SURABAYA, Barometer Jatim – Koalisi partai politik pendukung bakal Capres Prabowo Subianto kian gemuk, menyusul bergabungnya Partai Golkar dan PAN ke dalam barisan Partai Gerindra dan PKB yang lebih dulu merajut kerja sama.
Inikah pertanda Prabowo akan memenangi Pilpres 2024? Simak dulu pandangan Pakar Politik yang juga Wakil Rektor III Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Surokim Abdussalam.
Menurut Surokim, koalisi gemuk yang dibangun Prabowo bukan berarti akan mudah mendapatkan dukungan masyarakat. Justru sebaliknya, jika unjuk kekuatan tersebut dilakukan secara vulgar, maka yang terjadi justru akan menciptakan simpati publik kepada lawan.
Koalisi gemuk Prabowo, juga disebut mirip dengan kondisi saat Pilpres 2014. Waktu itu Joko Widodo (Jokowi) yang jadi Capres dikeroyok banyak partai yang mendukung Prabowo.
"PDIP akan kian mendapat simpati publik jika terkesan dikeroyok dan sharing kekuatan yang vulgar dari pendukung Pak Prabowo. Kondisi ini harus betul dimanfaatkan PDIP," katanya, Rabu (16/8/2023).
| Baca juga:
- Survei SRS: Lonjakan Elektabilitas Gerindra Paling Signifikan, Hati-hati PKB dan PDIP!
- Survei SRS: Warga NU di Jatim Condong Pilih Prabowo, Ganjar dan Anies Lewat!
- Anwar Sadad Yakin Prabowo Menang Tebal di Jatim setelah Golkar-PAN Bergabung, Begini Kalkulasi Politiknya!
Terlebih, tandas Surokim yang juga peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC), pertumbuhan pemilih rasional di Indonesia kian signifikan dan itu akan mengubah perilaku memilih secara drastis dalam Pemilu ke depan.
Perubahan itu kian mengukuhkan, bahwa logika elite dan kekuasaan harus selalu berselaras dengan logika publik. Intinya, partai partai harus pintar menjaga perasaan publik agar senantiasa satu frekuensi.
"Kian vulgar akomodasi kepentingan partai-partai berbagi kekuasaan tanpa bisa menjelaskan secara memadai kepada publik, maka potensial akan selalu menjadi tanda tanya publik. Hal itu akan memengaruhi citra koalisi sebagai tempat mencari aman dan perlindungan," paparnya.
Lagi pula, dalam Pemilu langsung sering tidak linier antara logika partai dan logika voters. Jadi menjadi tugas berat sesungguhnya untuk menjaga logika publik terkait bagi-bagi kekuasaan tersebut.
Tidak Selalu Linier
Surokim menambahkan, sejauh ini PDIP tampak sangat berhati-hati dan terlihat tidak agresif dalam membangun koalisi. Sehingga kemungkinan akan menjadi koalisi ramping dan akan berhadapan dengan koalisi lain yang kemungkinan akan lebih gemuk.
Ini akan menjadi test case lagi. Di Pilkada misalnya, kata Surokim, juga belum ada jaminan bahwa koalisi gemuk akan lebih mudah memenangkan kontestasi, bahkan sering yang ramping bisa menang.
| Baca juga:
- Dapat Angin Segar Bakal Jadi Cawapres Usai PAN Dukung Prabowo, Erick Thohir: Saya Enggak Bisa Mendahului!
- Survei SSC Calon DPD RI Dapil Jatim: LaNyalla Teratas, Elektabilitas Keponakan Khofifah Tak Nendang!
Sebab, sesungguhnya koalisi itu tugas utamanya mengantarkan saja pada kandidasi pencapresan, selebihnya akan menjadi daulat publik voters yang menentukan. Apalagi sejauh ini kontribusi pemilih loyal juga sangat gradatif di antara 5% hingga 30% pemilih loyal dan tidak selalu linier dengan voters.
"Di sinilah pentingnya menjaga perasaan voters Indonesia, dan bagi koalisi gemuk tentu tidak boleh jumawa. PDIP tidak boleh berkecil hati sepanjang bisa membangun frekuensi yang linier dengan voters tentu masih akan kompetitif. Koalisi yang sesungguhnya adalah koalisi bersama rakyat pemilih Indonesia," katanya.[*]
| Baca berita Pilpres 2024. Baca tulisan terukur Roy Hasibuan | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur