Demo Omnibus Law, GMNI Kecam Penangkapan Aktivis

RICUH: Massa penolak UU Omnibus Law terlibat ricuh dengan aparat dalam aksi di Surabaya. | Foto: Barometerjatim.com/ANDRIANSYAH
SURABAYA, Barometerjatim.com Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Surabaya mengecam tindakan aparat yang melakukan penangkapan sejumlah aktivis saat demo menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di Surabaya, Kamis (8/10/2020) kemarin.
Dalam aksi berujung bentrok tersebut, setidaknya -- berdasarkan data Polda Jatim -- ada 505 pendemo yang diamankan dan hingga saat ini masih dalam pemeriksaan serta tes swab.
Ketua DPC GMNI Surabaya, Ravi Hafids Maheswara menilai tindakan dan penangkapan terhadap ratusan pendemo tersebut tidak sesuai prosedur KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).
Sangat disayangkan, masih terjadi tindakan represivitas dan penangkapan yang dilakukan oknum aparat kepolisian terhadap massa aksi dalam penyampaian pandangan di muka umum," kata Ravi melalui siaran persnya, Jumat (9/10/2020).Ravi menyebut, dari keseluruhan pendemo yang ditangkap, 17 orang di antaranya adalah aktivis GMNI Surabaya yang ikut aksi bersama elemen buruh menolak RUU yang disahkan DPR RI pada 5 Oktober 2020.
"Kami itu datang secara baik-baik dengan berbagai tuntutan yang diharapkan dapat diterima, bukan justru dihadiahi dengan aksi represivitas dan penangkapan nonprosedural seperti itu," sesalnya.
Hal itu, lanjut Ravi, menggambarkan kalau Kota Surabaya darurat demokrasi. Apalagi isu yang diangkat merupakan permasalahan mengenai UU Omnibus Law yang disahkan tanpa mendengarkan aspirasi masyarakat, dan secara praktik justru akan merugikan masyarakat.Selanjutnya, menyikapi situasi yang terjadi ini, Ravi menegaskan GMNI akan berupaya membantu penyelesaian secara hukum kasus yang dihadapi massa aksi tersebut.
Selain itu, GMNI menyerukan beberapa poin tuntutan kepada pihak Kapolrestabes Surabaya, dan Kapolda Jatim beserta jajarannya.
Beberapa poin tuntutan itu, yakni: Mendesak Kapolrestabes Surabaya dan Kapolda Jatim untuk menindak tegas anggotanya yang terbukti melakukan tindak represif dan penangkapan kepada massa aksi pada 8 Oktober 2020.Kedua, mendesak pihak aparat kepolisian untuk menghentikan tindakan represif terhadap massa aksi yang mengemukakan pandangannya di muka umum, dan penangkapan yang tidak sesuai peraturan atau undang-undang yang berlaku yaitu KUHAP.
Aparat Tegakkan Hukum
TURUN JALAN: Massa GMNI turut menolak UU Omnibus Law lewat aksi demonsrasi di Surabaya. | Foto: Barometerjatim.com/ANDRIANSYAH TURUN JALAN: Massa GMNI turut menolak UU Omnibus Law lewat aksi demonsrasi di Surabaya. | Foto: Barometerjatim.com/ANDRIANSYAH
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, pihaknya sudah mengantisipasi insiden yang terjadi di beberapa daerah di Jatim.
"Khusus di Surabaya kemudian di beberapa daerah juga, seperti Malang ada insiden yang perlu dilakukan penindakan, yakni penindakan secara persuasif tetap, namun juga tegas terukur," katanya.
Perwira tiga melati ini juga mengatakan, ada beberapa tindakan dan pengamanan untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan. "Di Surabaya pun sudah kita lakukan beberapa pengamanan," ungkapnya.
Di Surabaya, sebut Trunoyudo, ada 505 orang diamankan. "Di Malang juga ada 129 orang (diamankan). Total untuk kejadian di Surabaya dan Malang sebanyak 634 orang (diamankan)," ujarnya."Selanjutnya kita akan lakukan rapid test, apabila hasilnya reaktif maka kita akan lakukan swab, dan apabila positif kita akan lakukan langsung karantina," sambungnya.
Proses selanjutnya, lanjut Trunoyudo, akan dilakukan penegakan hukum sesuai hasil penyidikan.
"Kita lihat ada anak-anak yang kita rasa belum paham tentang apa esensi daripada gerakan ini, dan tentunya ini masih kita dalami. Yang jelas bukan merupakan elemen dari buruh yang ada melakukan esensi pendapatnya," tuturnya.Selain itu akan dilihat pula dari berbagai perannya. "Yang pertama tentu kita lihat ada berbagai pengerusakan fasilitas umum atau pagar Gedung Grahadi, kemudian ada pasal 218 juncto 212 melawan petugas," tegasnya.
» Baca Berita Terkait Omnibus Law