Sadad: Orasi Gus War Provokatif, Bernuansa Pecah Belah Umat

-
Sadad: Orasi Gus War Provokatif, Bernuansa Pecah Belah Umat
Sama-sama NU, beda pilihan di Pilpres. Anwar Sadad (kiri) dan KH Anwar Iskandar dalam satu kesempatan. | Foto: IstSama-sama NU, beda pilihan di Pilpres. Anwar Sadad (kiri) dan KH Anwar Iskandar dalam satu kesempatan. | Foto: Ist
Sama-sama NU, beda pilihan di Pilpres. Anwar Sadad (kiri) dan KH Anwar Iskandar dalam satu kesempatan. | Foto: Ist

SURABAYA, Barometerjatim.com Pendukung Paslon 02, Prabowo-Sandiaga bereaksi keras atas video yang menampilkan orasi Pengasuh Ponpes Al Amin, Kediri yang juga Wakil Rais Syuriyah PWNU Jatim, KH Anwar Iskandar. Isi orasinya cukup menohok: NU akan jadi fosil jika Paslon 01, Jokowi-Ma'ruf Amin kalah di Pilpres 2019.

Protes tak hanya dilontarkan tim pemenangan 02 dan simpatisannya, bahkan memicu trending topic #sayaNUsayamemilih02 sebagai jawaban kalau tidak semua warga NU memilih Jokowi-Ma'ruf. Sebab, di kubu 02 juga tak sedikit warga NU, bahkan termasuk KH Hasib Wahab Chasbulloh, putra salah seorang pendiri NU, KH Abdul Wahab Chasbullah.

Bagi Ketua Harian Badan Pemenangan Provinsi (BPP) Prabowo-Sandi wilayah Jatim, Anwar Sadad orasi politik Gus War -- sapaan akrab KH Anwar Iskandar -- tersebut provokatif dan bernuansa memecah belah umat.

Arah pernyataan Gus War, tutur Sadad, dapat dibaca dengan jelas, kalau dia ingin mengatakan di belakang Paslon 02 ada kekuatan dari kelompok Islam lain yang berkonsolidasi, dan sedang membangun kekuatan untuk menjadikan NU yang diklaimnya di belakang Paslon 01 sebagai fosil di masa depan.

"Pernyataan ini amat provokatif, bernuansa memecah belah umat. Membuat garis batas antara kami dan kalian. Ini seperti membangun kembali tembok tribalisme yang telah dengan sekuat tenaga dirobohkan di zaman Rasulullah Saw," paparnya, Selasa (19/3/2019).

Padahal, kata Sadad, mukadimah Qanun Asasi Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari dibuka dengan ide tentang ijtima, taaruf, ittihad, dan taaluf. Qanun Asasi bagi warga NU adalah spirit perjuangan, sudah seharusnya dihayati dalam perilaku berjamiyah.

"Sebagai ulama, amat disayangkan KH Anwar Iskandar membingkai perbedaan pilihan dalam Pilpres sebagai pertempuran kelompok Ahlussunnah wal Jamaah vis-a-vis non Ahlussunnah wal Jamaah," kata politikus yang masih keluarga Ponpes Sidogiri, Pasuruan itu.

Jangan Tutup Mata

Potongan gambar video Potongan gambar video
Potongan gambar video "NU jadi fosil jika Jokowi-Ma'ruf kalah di Pilpres 2019". | Foto: Capture video

Sadad yang juga sekretaris DPD Partai Gerindra Jatim menyebut, Gus War juga berilusi bahwa kekalahan pihaknya dalam Pilpres 2019 akan berdampak pada kehancuran kekuatan Islam Ahlussunnah wal Jamaah di bumi Nusantara.

"Ini kan seperti menutup mata terhadap fakta banyak tokoh-tokoh NU, beberapa di antaranya bahkan adalah keturunan langsung para pendiri NU, yang dengan tegas memihak Paslon 02," katanya.

Jauh lebih bijak, saran Sadad, jika Gus War membingkai perbedaan pilihan Pilpres sebagai perbedaan ijtihad politik yang selalu ada ruang untuk berbeda.

Ruang perbedaan aspirasi politik bagi warga NU diizinkan, tegas Sadad, asalkan berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadhu, dan saling menghormati.

"Sebagaimana tercantum dalam Sembilan Pedoman Politik Warga NU yang menjadi Keputusan Muktamar NU XXVIII di Krapyak Yogyakarta 1989," ujarnya.

Sebelumnya, beredar video berdurasi 1,26 menit yang memperlihatkan KH Anwar Iskandar sedang berorasi penuh semangat di hadapan Cawapres 01, KH Ma'ruf Amin dan sejumlah kiai, termasuk Pengasuh Ponpes Malang yang juga Ketua PWNU Jatim, KH Marzuki Mustamar.

Gus War mengajak untuk memenangkan Jokowi-Makruf di Pilpres 2019, 17 April mendatang kalau tidak ingin NU dan pesantren menjadi fosil di masa depan. Video juga diunggah di akun Twitter Partai Gerindra, @Gerindra. Berikut nukilan orasinya:

".. Dan mereka ini akan membuat sebuah kekuatan, yang apabila terjadi maka akan menjadikan Islam mainstrem seperti NU ini, seperti pesantren ini, hanya akan menjadi fosil di masa depan.
Jangan berpikir masih ada tahlil, jangan berpikir masih ada dzikir di istana, jangan berpikir ada Hari Santri apabila sampai Kiai Ma'ruf Amin kalah, Naudzubillahi mind zalik.
Panjenengan semuanya masih ingin Hari Santri? Masih ingin majelis dzikir berkumandang di istana? Masih ingin budaya Nahdlatul Ulama dan Ahlussunah terus berkembang di Indonesia?
Jawabnya hanya satu kalau ingin semuanya masih, 17 April yang akan datang semua kita ajak untuk memenangkan Kiai Ma'ruf Amin.
Itu adalah jawaban. Itu adalah jawaban daripada bagaimana menyelamatkan Ahlusunnah wal Jamaah dan bagaimana jawaban menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.."

ยป Baca Berita Terkait Pilpres 2019, Anwar Sadad, PWU Jatim

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.