Eks Kepala Bappeda Jatim Tersangka Suap, Diduga Kantongi Rp 10,25 Miliar!

JAKARTA, Barometerjatim.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jatim 2017-2018, Budi Setiawan (BS) sebagai tersangka dugaan suap terkait alokasi bantuan keuangan Pemprov Jatim untuk Kabupaten Tulungagung.
Sebelum menjabat Kepala Bappeda, BS adalah Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemprov Jatim 2014-2016. Diduga, BS menerima suap hingga Rp 10,25 miliar saat menduduki kedua jabatan tersebut.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto saat konferensi pers di kantornya yang disiarkan secara virtual, Jumat (19/8/2022) menuturkan, penetapan BS merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat terpidana eks Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo dan perkara Direktur PT Kediri Putra, Tigor Prakasa.
Sekadar tahu, Syahri Mulyo telah divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 700 juta. Dia terbukti menerima suap di proyek infrastruktur dari pihak kontraktor asal Blitar. Sedangkan Tigor merupakan penyuap Syahri dan KPK menduga Tigor memberikan Rp 14,5 miliar dalam kurun tiga tahun.
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, dilakukan penahanan (terhadap BS) selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 19 Agustus sampai dengan 7 September 2022 di Rutan KPK pada kavling C1," katanya.
Karyoto menjelaskan, kasus bermula saat Syahri Mulyo usai dilantik menjadi Bupati Tulungagung pada 2013 menemui Kepala Bappeda Jatim untuk mendapatkan dukungan pembangunan di Tulungagung.
Setelah pertemuan tersebut, Syahri menyampaikan kepada Kepala Dinas PUPR Tulungagung, Sutrisno dan Kepala Dinas Pengairan, Pemukiman dan Perumahan Rakyat, Sudarto bahwa dirinya sudah membuka pintu.
"Selanjutnya memerintahkan Sutrisno dan Sudarto, agar mengurus dan melakukan komunikasi lanjutan dengan Bappeda Jatim dan BPKAD Jatim agar Tulungagung mendapatkan alokasi bantuan keuangan Jatim untuk infrastruktur," katanya.
Menurut Karyoto, kewenangan pemberian bantuan keuangan Jatim ada pada Gubernur Jatim. Namun pada pelaksanaan analisis kebutuhan penempatan bantuan keuangan Jatim, didelegasikan kepada Kepala Bappeda sehingga Bappeda-lah yang melakukan analisa kebutuhan masing-masing kabupaten/kota di Jatim.
"Namun dalam pelaksanaanya, Kepala Bappeda juga memberikan alokasi pembagian tersebut kepada pihak lainnya, seperti Kepala BPKAD Jatim," katanya.
Atas alokasi dan distribusi pembagian tersebut, maka BS selaku Kepala BPKAD Jatim 2015-2026 dapat mendistribusikan pembagian bantuan keuangan kepada kabupaten/kota yang direkomendasikannya. Namun keputusan akhir atas pembagian tersebut tetap pada Bappeda.
Fee Pertama Rp 3,5 Miliar
Pada 2015, Sutrisno dan Sudarto mengadakan pertemuan dengan Kepala Bidang (Kabid) Infrastuktur dan Kewilayahan Bappeda Jatim, Budi Juniarto untuk memberikan proposal pengajuan permintaan alokasi bantuan keuangan infrastruktur Jatim.
"Pada pertemuan tersebut, masing-masing pihak telah mengetahui bahwa apabila disetujui maka akan ada pemotongan untuk fee bagi tim pihak Bappeda Jatim sebesar 7,5 persen dari alokasi yang cair," ungkap Karyoto.
Selain melalui jalur Budi Juniarto, masih pada tahun yang sama, Sutrisno melakukan pertemuan dengan BS. Pada pertemaun tersebut, intinya Sutrisno meminta bantuan pada BS agar ada alokasi bantuan keuangan dari Jatim untuk Tulungagung.
- Baca: Pemkot Surabaya Terbitkan SE Larang Peredaran Daging Anjing, Kapan Pemprov Jatim Bikin Payung Hukum?
Deal! BS sepakat akan memberikan bantuan keuangan Jatim kepada Tulungagung dengan pemberian fee antara 7 sampai 8 persen dari total anggaran yang diberikan. Pada 2015, Tulungagung mendapatkan bantuan keuangan Rp 79,1 miliar dan Sutrisno memberikan fee kepada BS sebesar Rp 3,5 miliar.
Fee tersebut diserahkan Sutrisno langsung kepada BS di ruangan Kepala BPKAD Jatim. Fee yang dikumpulkan Sutrisno tersebut berasal dari pengusaha di Tulungagung yang mengerjakan pekerjaan yang sumber dana untuk pekerjaan tersebut berasal dari bantuan keuangan Jatim.
Kepala Bappeda Kian Leluasa
Pada 2017, BS diangkat menjadi Kepala Bappeda Jatim sehingga kewenangan pembagian bantuan keuangan Jatim untuk kabupaten/kota menjadi kewenagan mutlak BS.
Di tahun yang sama, Sutrisno atas izin Syahri Mulyo diminta mencarikan bantuan anggaran keuangan di Pemprov Jatim, sehingga pada tahun itu Sutrisno kembali menemui BS untuk minta alokasi anggaran buat Tulungagung.
"Sehingga pada perubahan anggaran 2017, Tulungagung mendapatkan alokasi bantuan keuangan sebesar Rp 30,4 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp 29,2 miliar," jelas Karyoto.
"Sebagai komitmen atas alokasi bantuan yang diberikan kepada Tulungagung, maka pada 2017 dan 2018 Syahri Mulyo melalui Sutrisno memberikan fee Rp 6,75 miliar kepada tersangka," sambungnya.
Atas perbuatannya, lanjut Karyoto, BS disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.[*]
» Baca berita terkait Korupsi. Baca tulisan terukur Syaiful Khusnan.