Surya Paloh: Praktik Politik Identitas Ugly Tak Hanya Picik, tapi juga Membodohi Kita

-
Surya Paloh: Praktik Politik Identitas Ugly Tak Hanya Picik, tapi juga Membodohi Kita
ORASI ILMIAH: Surya Paloh, The Ugly of Identity Politic tidak saja buruk tetapi juga merusak. | Foto: IST MALANG, Barometerjatim.com Ketua Umum DPP Partai Nasdem, Surya Paloh menegaskan bahwa politik identitas tidaklah selalu negaif. Sebab, dalam sejarahnya, identity politics berawal dari perjuangan melawan diskriminasi dan ketidakadilan. Hal itu dikatakan Paloh dalam orasi ilmiahnya bertajuk Meneguhkan Politik Kebangsaan saat menerima gelar doktor honoris causa (HC) dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP UB) Malang, Senin (25/7/2022). Dia kemudian menyampaikan, dalam sebuah forum nasional di Jakarta, Prof Yudi Latif menyampaikan bahwa ada tiga bentuk politik identitas yakni Good (baik), Bad (buruk), dan Ugly (jelek). "Politik identitas yang baik (The Good of Identity Politics) adalah kelompok yang mampu membangun identitas diri yang kemudian menjadi pembeda antara ia dengan kelompok yang lain, katanya. Namun, jelas Paloh, identitas itu tidak membuatnya bersikap ekslusif atau tidak mau mengenal yang lain. Sebaliknya, mereka mampu bersikap inklusif dan bersedia interaksi dan mengenal yang berbeda dengannya. Lalu politik identitas buruk adalah kebalikannya. Mereka bersikap ekslusif dan tidak mau mengenal yang lain, membatasi diri dalam berteman atau bekerja sama. "Mungkin mereka tidak menganggu, namun cara pandang dan berpikirnya menjadi sempit. Melihat sesuatu selalu dari sudut pandangannya, kurang empati," tuturnya. Nah, kata Paloh, yang menjadi masalah adalah The Ugly of Identity Politics. Menurutnya, praktik politik golongan tersebut tidak saja buruk tetapi juga merusak. "Praktik politik semacam ini tidak hanya picik, akan tetapi juga membodohi kita. Ia berdiri di atas kesadaran bahwa, identitasnyalah yang paling unggul dan kelompoknya yang paling benar, terang Paloh. Paham dan praktik politik semacam ini, selain tidak mencerdaskan kehidupan bangsa, juga membuat kita lupa seolah manusia adalah mahluk yang hanya memiliki satu identitas belaka," sambungnya. Jaga Rumah Besar Indonesia Karena itu, jelas Paloh, persilangan antarpolitik di Tanah Air yang semakin dinamis menuju Pemilu 2024 dengan resesi yang tengah melanda dunia saat ini, mengharuskan untuk senantiasa waspada, cermat, dan tidak salah langkah. "Kita tidak boleh gegabah dalam mengambil sikap dan keputusan. Dan kiranya, politik kebangsaan adalah pilar yang bisa menjadi pegangan kita bersama," ujarnya. Politik kebangsaan, ucap Paloh, adalah garis politik yang mestinya bisa menjadi komitmen semua partai politik. Semua pihak mesti menyadari, bahwa kompetisi dalam Pemilu adalah keniscayaan dan akan berulang setiap lima tahun sekali. "Tapi lebih penting dari hal tersebut adalah menjaga keberlangsungan dan eksistensi negara bangsa ini. Di atas politik kontestasi ada politik kebangsaan, politik yang mengarusutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan kami sebagai kelompok politik," ujarnya. Paloh pun mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga rumah besar Indonesia. Rumah yang di dalamnya terdapat ribuan perbedaan, namun di atasnya bisa hidup dalam perdamaian dan persaudaraan. "Saya percaya, tak ada satu partai atau kelompok manapun yang berniat membelah kembali kohesivitas sosial yang mulai tumbuh kembali ini dengan narasi-narasi kebencian sebagaimana dua Pemilu terdahulu," katanya. Dia lantas menyampaikan pesan pendiri bangsa ini, bahwa RI adalah negara untuk semua. Bukan negara untuk satu orang atau satu golongan, tetapi semua untuk semua. "Sejarah telah menyampaikan kepada kita, sekuat apapun kekuasaan seseorang atau sekelompok orang, di satu waktu pasti akan selesai jua," tuntas Paloh. » Baca berita terkait Surya PalohBaca juga tulisan terukur lainnya Rofiq Kurdi.
Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.