Sidang Korupsi Pembelian Ikan Tenggiri Steak, Eks Kacab PT Perinus Surabaya Didakwa Rugikan Negara Rp 567 Juta!

Reporter : -
Sidang Korupsi Pembelian Ikan Tenggiri Steak, Eks Kacab PT Perinus Surabaya Didakwa Rugikan Negara Rp 567 Juta!
KORUPSI IKAN TENGGIRI: Kuasa hukum terdakwa Momon Hermono menghadiri sidang perdana. | Foto: Barometerjatim.com/HADI

SIDOARJO | Barometer Jatim – Eks Kepala Cabang (Kacab) PT Perikanan Nusantara (Perinus), Momon Hermono menjalani sidang perdana perkara korupsi pengadaan bahan ikan tenggiri steak di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jalan Raya Juanda 82-84 Sidoarjo, Selasa (20/2/2024).

Dalam sidang dengan agenda mendengarkan pembacaan dakwaan yang digelar secara online, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanjung Perak Surabaya, Putu Eka Wisniati mendakwa Momon melanggar Pasal 2 ayat (1), subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hal itu sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yakni Sugiyanto, eks Direktur PT Ikan Laut Indonesia (perkara telah incraht) yang dapat merugikan keuangan negara sebesar Rp 567.568.000," kata JPU.

Hal itu, lanjutnya, berdasarkan berita acara penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan tim penyidik Kejari Tanjung Perak tertanggal 10 April 2023, atas kerja sama pembelian dan penjualan ikan tenggiri steak antara PT Perinus cabang Surabaya dengan PT Ikan Laut Indonesia pada 2018.

"Perjanjian kerja sama itu dilakukan pada 23 Januari 2018 antara PT Perikanan Nusantara (Persero) dengan PT Ikan Laut Indonesia dalam hal penjualan ikan tenggiri beku yang diproses menjadi produk hasil olahan tengiri steak yang bersifat saling menguntungkan dan berasazkan kepercayaan," tambahnya.

DIKELER KEJARI: Momon Hermono (tengah) saat ditetapkan Kejari Tanjung Perak sebagai tersangka. | Foto: IST

Perjanjian kerja sama tersebut, lanjut Putu Eka, sejatinya dimulai sejak 14 Desember 2017, yang mana Sugiyanto mengajukan permohonan kerja sama perdagangan ikan tenggiri steak kepada PT Perinus cabang Surabaya sebesar Rp 614.760.000 dengan melampirkan Purchase Order (PO) dengan item: Ikan tenggiri sebanyak 14.000 kilogram dengan harga per kilogram mencapai Rp 50.540 totalnya mencapai Rp 707.560.000.

Selanjutnya, terdakwa memerintahkan Achmad Rif'an selaku marketing supervisor PT Perinus untuk membuat memorandum analisa bisnis tanpa melakukan survei untuk mempertimbangkan ketersedian produk hasil perikanan, permintaan pasar, dan lain-lain.

Sementara dari hasil memorandum analisa bisnis kajian proses steak yang dibuat Rif'an, mempunyai proyeksi keuntungan sebesar Rp 8,4 persen atau senilai Rp 59.717.000.

"Memorandum analisa bisnis yang dibuat oleh Achmad Rif'an tersebut disetujui oleh terdakwa Momon Hermono, seolah-olah sudah sesuai dengan prosedur yang ada," terang JPU dalam dakwaanya. 

Selanjutnya, pada 9 Januari 2018, terdakwa Momon mengirimkan permohonan dana pembelian ikan tenggiri steak kepada Direksi PT Perinus dengan melampirkan memorandum analisa bisnis PT Ikan Laut Indonesia dengan jumlah Rp 647.843.000 dan permohonan tersebut disetujui kantor pusat. 

Setelah mendapat persetujuan, tepatnya pada 23 Januari 2018, PT Perinus melakukan pencairan tahap pertama kepada PT Ikan Laut Indonesia sebesar Rp 446.997.600 atau 70 persen dari jumlah total perjanjian kerja sama. Namun uang tersebut oleh Sugiyanto tidak digunakan sebagaimana mestinya, melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi.

Sementara terdakwa Momon, pada 8 Februari 2023 memerintahkan Rif'an dan Venita Renza selaku Fish and Process Supervisor untuk membuat berita acara, seolah-olah telah dilaksanakan kunjungan atau survei untuk meninjau pengolahan proses ikan tenggiri steak, dan menyatakan telah terkumpul ikan tenggiri steak di cold storage sebanyak 10.000 kilogram. Padahal, kenyatannya tidak ada proses tersebut.

"Setelah proses tersebut, tanggal 14 Februari dilakukan pencairan tahap kedua yakni 30 persen dari jumlah kekurangan yang sebelumnya yaitu sekitar Rp 191.570.400 yang ditransfer langsung ke rekening PT Ikan Laut Indonesia. Namun nyatanya uang tersebut juga tidak digunakan sebagaimana mestinya. Melainkan untuk kepentingan pribadi," tandasnya. 

Usai sidang, Penasihat Hukum terdakwa Momon Hermono, Utjok Jimmy Lamhot mengatakan akan melakukan eksepsi terkait dakwaan jaksa penuntut umum. Hal itu berkaitan dengan jumlah nominal kerugian negara yang tidak dikurangi dengan jumlah pengembalian yang dilakukan Sugiyanto.

"Itu Sugiyanto kan sudah ada pengembalian, kenapa di materi dakwaan jumlahnya kerugian negaranya tidak dikurangi dengan jumlah pengembalian," katanya.

Selain itu, pihaknya juga merasa keberatan dikarenakan sampai saat ini ada salah satu supervisor yang belum pernah dilakukan pemeriksaan berkaitan dengan perkara tersebut.{*}

| Baca berita Korupsi. Baca tulisan terukur Syaikhul Hadi | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.