DPR RI: Simulasi Nasional Dulu, Baru Terapkan UU Pemilu
DORONG SIMULASI NASIONAL: Fandi Utomo, simulasi komperehensif perlu dilakukan di seluruh Dapil dengan tipikal pemilih, jenis daerah dan budaya pemilih. | Foto: Ist
SURABAYA, Barometerjatim.com Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan penyederhanaan dari tiga UU. Yakni UU No 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, UU No 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu, dan UU No 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legistif.
Maka, sebelum menerapkan UU No 7 Tahun 2017, perlu dilakukan simulasi nasional pemungutan dan penghitungan suara secara serentak.
"Diharapkan masyarakat dan pemerintah daerah mendukung simulasi nasional ini, agar tata cara baru tentang Pemilu serentak di 2019 dapat dipahami peserta Pemilu dan pemilih," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Fandi Utomo saat berada di Surabaya, Minggu (1/10).
Baca: Proyek Macet, Azwar Anas Minta Dukungan ke Senayan
Menurutnya, untuk menghasilakan simulasi yang komperehensif harus dilakukan di seluruh daerah pemilihan (Dapil) dengan tipikal pemilih, jenis daerah dan budaya pemilih.
Maka penting bagi pembentuk UU melihat langsung segala sesuatu yang diatur dalam UU Nomor 7 untuk diimplementasikan dengan tepat dan benar, katanya anggota DPR RI dari Dapil Jatim 1 (Surabaya-Sidoarjo) tersebut.
Fandi menyebut, Komisi II DPR RI telah menghadiri simulasi nasional pemungutan dan perhitungan suara Pemilu serentak 2019 di Dusun Kadumangu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.
"Dalam simulasi ini diharapkan bisa diketahui dengan tepat, berapa pemilih di tiap TPS agar pungut-hitung di TPS tidak melampaui pukul 00.00 WIB," jelasnya.
Baca: Muslimat NU Surabaya Bantah Upaya Duetkan Khofifah-FU
Selain itu, simulasi ini juga terkait detail tata cara yang berkaitan dengan pengaturan baru serta implementasinya. Mulai dari penyampaian form C6 yang harus didampingi pengawas TPS, maupun tidak dimulainya pemilihan tanpa kehadiran pengawas TPS.
Kemudian, perubahan konten form C6 yang mencantumkan keharusan membawa e-KTP dan pidana atas penyalahgunaan C6, tata cara pengisian C7 yang harus ditandatangani calon pemilih, sampai dengan perubahan kotak suara menjadi transparan dan pengaturan penggunaan alat bantu baru hitung cepat.
Tekait pelaksanaan simulasi nasional ini, tambah Fandi, ukuran bilik wajib disesuaikan dengan ukuran kertas suara. Kemudian alur pencoblosan dan konten peringatan terkait pidana penyalahgunaan form C6, serta pengaturan penggunaan A5 pindahan dan pemilih dengan menggunakan e-KTP.
Selanjutnya, pelatihan petugas KPPS dan pengawas TPS, katanya, juga harus disiplin dan menyesuaikan dengan UU Nomor 7 maupun Peraturan KPU dan Bawaslu. "Jika simulasi ini digelar ke daerah-daerah, maka hasilnya akan lebih komperhensif di Pemilu 2019 mendatang," tandasnya.