Lamongan Punya Desa Penghasil Tenun Ikat, Pasarnya Tembus Somalia dan Timur Tengah
MENDUNIA: Tenun ikat Parengan, pasarnya tembus Somalia dan Timur Tengah. | Foto: Barometerjatim.com/IST
Mungkin belum banyak yang tahu kalau Kabupaten Lamongan memiliki desa penghasil tenun ikat dan songket. Bahkan pasarnya menembus Somalia dan Timur Tengah.
DESA penghasil tenun ikat dan songket di Lamongan tersebut bernama Parengan, terletak di wilayah Kecamatan Maduran. Masyarakat sekitar mengenalnya dengan nama tenun ikat Parengan.Tenun ikat Parengan ini dibuat langsung di sentra industri bernama Paradila. Selain tenun ikat, butik ini juga menyediakan tenun ikat doby, tenun ikat doby tiker, songket sido, songket payet, songket ancak, dan tenun ikat spesial.
Butik Paradila sendiri berdiri sejak 1989, menaungi warga Desa Parengan dan sekitarnya untuk menjaga kelestarian tenun ikat di Lamongan.
Nujum, istri Miftakhul Khoiri pemilik Butik Paradila menuturkan, ada 4 sampai 7 orang pekerja yang menenun di butiknya. Sedangkan yang lain tersebar di rumah masing-masing di seluruh desa Parengan.
Dia juga mengatakan, satu orang pekerja hanya memiliki satu keahlian. Sementara dalam setiap kain yang diproduksi membutuhkan 14 tahapan.Bagaimana dengan pasar tenun ikat Parengan? "Sementara ini pasarnya sudah sampai Timur Tengah. Kita dibantu eksportir di Surabaya untuk bisa menjual sampai ke sana, biayanya tidak mencukupi kalau harus sendiri," kata Nujum.
Soal harga, tenun ikat Parengan juga bisa dikatakan murah karena dengan kisaran harga antara Rp 150-225 ribu sudah dapat membawa pulang satu helai tenun ikat. Lalu ikat doby dihargai Rp 225 ribu dan jenis songket harganya berkisar Rp 350-750 ribu.
Padahal untuk proses membuat kain tenun ikat membutuhkan sekitar 4 jam untuk satu lembar, sehari bisa menghasilkan dua kain tenun ikat per satu orang pekerja. Apalagi untuk kain songket, prosesnya bisa szeharian sehingga per harinya hanya satu kain songket per pekerja.
Tenun ikat dan songket Parengan ini menarik perhatian Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa. Dia bahkan mengusulkannya menjadi desa devisa guna memenuhi kuota program yang diinisiasi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)."Lamongan ini punya tenun ikat yang sentranya ada di Desa Parengan yang memang diproduksi oleh penduduk desa ini," kata Khofifah saat mengunjungi Butik Paradila, Kamis (5/3/2021).
Menurut Khofifah, Desa Parengan patut diusulkan menjadi desa devisa karena beberapa kriteria dari desa devisa sudah ada, termasuk menghasikan kerajinan berupa tenun ikat.
Dengan menyandang predikat sebagai desa devisa, lanjut Khofifah, maka daya saing produksi tenun ikat Desa Parengan akan semakin meningkat. Ini karena program desa devisa salah satunya memberikan pendampingan dan pengembangan kapasitas pelaku usaha berorientasi ekspor.
Kuota Provinsi Jatim dari LPEI sebanyak 15 desa. Saat ini kami terus melakukan hunting dan identifikasi mana-mana saja desa yang memenuhi kriteria untuk masuk dalam kuota tersebut. Desa Parengan ini menurut saya sangat layak dan sudah diusulkan, imbuhnya.Khofifah menjelaskan, untuk dapat diusulkan menjadi desa devisa, sebuah desa harus memenuhi beberapa kualifikasi yang ditetapkan LPEI. Di antaranya memilki produk yang unik, memiliki produk mandiri, terdapat beberapa perajin dalam desa tersebut dan perajinnya ada dalam satu asosiasi.
Sedangkan tenun ikat Parengan, beda dengan tenun ikat pada umumnya, karena memiliki ciri khas yaitu berbahan kain lebih halus dan tidak begitu tebal.
Begitu juga dengan bahannya yang lebih lemas serta jatuh dan memberikan kesan dingin ketika dipakai. Ini menjadi nilai lebih yang dimiliki tenun ikat Parengan, tegasnya.
Khofifah pun mengagumi motif khas tenun ikat Parengan ini berupa 'gunungan' yang dibentuk menyerupai gapura. Motif tersebut melambangkan gunung mati di Lamongan yang dihidupkan kembali melalui tenun ikat Parengan.Tak hanya menarik perhatian Khofifah, kerajinan tenun di Lamongan ini juga pernah mendapatkan penghargaan di tingkat nasional.
Di antaranya pemecahan rekor MURI atas rekor kain tenun terpanjang di dunia memiliki panjang 64,20 meter dan juara pelestari budaya dalam penghargaan Parasamya Kertanugraha 2009.
» Baca berita terkait Lamongan. Baca juga tulisan terukur lainnya Abdillah HR.