Ahli Pertanian UB Kritik Konsep Ketahanan Pangan Indonesia

-
Ahli Pertanian UB Kritik Konsep Ketahanan Pangan Indonesia
KRITIK KETAHANAN PANGAN: Gatot Mudjiono, nilai kedaulatan pangan lebih masuk akal untuk diterapkan di Indonesia. | Foto: IST LAMONGAN, Barometerjatim.com Pakar Pertanian dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, Gatot Mudjiono menilai kedaulatan pangan lebih masuk akal untuk diterapkan di negeri agraris seperti Indonesia, dibanding Konsep ketahanan pangan yang digaungkan saat ini. Pernyataaan tersebut disampaikan Gatot saat menjadi keynote speaker dalam Gelar Teknologi Perlindungan Tanaman se-Jawa Timur di Desa Besur, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Selasa (30/10). Menurutnya, konsep ketahanan pangan tidak mempunyai ruh, sehingga seolah-olah menghalalkan segala cara. Akibatnya jika ketahanan terganggu, maka solusinya impor pangan. Baca: Kekeringan di Jatim, Klaim AUTP Capai 148 Ribu Hektare Konsep ketahanan pangan juga dinilai menghalalkan penggunaan tanaman transgenik. Ketahanan pangan ini menyebabkan ketergantungan pada produsen benih dan pestisida yang luar biasa, jelasnya. Gatot kemudian menawarkan konsep kedaulatan pangan yang lebih masuk akal untuk negeri agraris seperti Indonesia. Lewat kedaulatan pangan, petani bisa mandiri, sanggup memproduksi benih, pupuk dan pestisida sendiri. Kedaulatan pangan ini berbasis pada agro ekologi. Tidak berbeda jauh dengan Manajemen Tanaman Sehat (MTS) yang berkembang di Jatim, ujarnya. Produktivitas 100 Persen Melalui MTS, menurut Gatot, Jatim sudah mendahului daerah lain dalam memulai konsep kedaulatan pangan. MTS ini menekankan pada aspek perencanaan, dan menjadikan ketergantungan pada teknologi di nomor sekian. Perencanaan itu meliputi tiga aspek manajemen, yakni tanah, tanaman dan organisme pengganggu tanaman. Petani melalui MTS sudah merencanakan bersama-sama stakeholders pertanian seperti Manteri Pertanian, penyuluh lapangan dan pengendali organisme pengganggu tanaman (POPT) untuk musim tanam berikutnya, satu bulan sebelum panen. Baca: Lamongan Kekeringan! 79 Dusun dan 58 Desa Butuh Air Bersih Tujuan MTS ini untuk menghasilkan produk pertanian yang sustainable. Yakni kondisi dimana petani tidak perlu beli, tapi bisa jual. Karena mereka bisa memproduksi sendiri, mulai benih, hingga pestisidanya, jelas Gatot. Penerapan MTS ini dirasakan betul oleh petani padi di Desa Besur sehingga produksi mereka naik 100 persen. Dari produktivitas sebelumnya yang hanya 4,3 ton per hektare karena sering terserang hama, dalam dua tahun ini menjadi 8,3 ton per hektare. ยป Baca Berita Terkait Lamongan, Pertanian
Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.