PAN Sebut Mulai 2020 Pemprov Jatim Boros Anggaran: Sebagian Besar untuk Operasional

-
PAN Sebut Mulai 2020 Pemprov Jatim Boros Anggaran: Sebagian Besar untuk Operasional
CATATAN KRITIS: Fraksi PAN DPRD Jatim, beri catatan kritis APBD Jatim 2023. | Foto: Barometerjatim.com/ROY HS SURABAYA, Barometerjatim.com Meski menerima APBD 2023, Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) DPRD Jatim memberikan sejumlah catatan kritis dalam pendapat akhirnya. Salah satunya soal pemborosan keuangan daerah. Lewat juru bicaranya, Muh Khulaim, FPAN mencermati Nota Keuangan Gubernur pada RAPBD 2023 disebutkan bahwa pendapatan daerah sebesar Rp 27,839 triliun dan yang digunakan untuk belanja daerah Rp 29,118 triliun, sehingga terjadi defisit Rp 1,279 triliun. Namun perlu disayangkan, bahwa akhir-akhir ini Pemprov Jatim selalu terjadi pemborosan keuangan daerah, katanya saat membacakan pandangan akhir FPAN terhadap Raperda tentang APBD 2023 dalam rapat paripurna DPRD Jatim, Kamis (10/11/2022). Karena setelah kami cermati, mulai tahun 2020, 2021, 2022, dan 2023 ini belanja tersebut sebagian besar untuk belanja operasional rata-rata antara 85-90%, sedangkan untuk berlanja modal rata-rata hanya 10-15%, tandasnya. Padahal, lanjut Khulaim, belanja modal adalah belanja untuk menambah aset tetap atau kekayaan daerah Jatim demi generasi yang akan datang. Namun struktur dan anatomi APBD dengan belanja modal yang jauh lebih kecil dibanding dengan belanja operasional, mengindikasikan terjadi pemborosan keuangan daerah. Selain itu, tidak berpikir untuk generasi yang akan datang terkait peninggalan aset-aset tetap yang sangat berguna untuk kelangsungan pemerintah daerah  selanjutnya. Terhadap belanja modal yang selalu berkurang setiap tahun ini, maka FPAN minta keseriusan perencanaan yang mencerminkan peningkatan persentase belanja modalnya dalam menentukan struktur dan antomi APBD, ujarnya. Cara Menutup Defisit Tak hanya menyebut terjadi pemborosan keuangan daerah, FPAN juga sangat menyayangkan langkah Pemprov Jatim dalam menutup defisit Rp 1,279 triliun yang hanya melalui pembayaran netto. Yakni selisih antara kelompok penerimaan pembayaran berupa jenis Silpa (Sisa Lebih Perhitungan Anggara) 2022 sebesar Rp 1,6 triliun dengan kelompok pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 321,382 miliar. Sangat patutu disayangkan. Seharusnya penerimaan pembiayaan tidak harus dari Silpa saja, tetapi terdapat alternatif berasal dari jenis yang lain, kata Khulaim. Antara lain, paparnya, dari penerimaan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, serta penerimaan kembali pemberian pinjaman yang di dalamnya termasuk dari objek pengembalian dana bergulir (revolving) jatuh tempo pada beberapa dinas yang hampir tiap tahun dikucurkan. Misal, sampai tahun 2022 ada dana bergulir beberapa OPD (Organisasi Perangkat Daerah/dinas) sebanyak Rp 118,884 miliar, beber Khulaim. Terhadap dana bergulir yang seharusnya pengembaliannya lewat kelompok penerimaan pembiayaan, maka FPAN merekomendasikan agar dana revolving ini pegembaliannya dimasukkan pada kelompok penerimaan pembiayaan. Dan bunga hasil revolving masuk pada lain-lain PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang sah, pada masing-masing OPD teknis tempat penyalurannya, ucap Khulaim. » Baca serial Catatan Kritis APBD Jatim 2023. Baca juga tulisan terukur lainnya Roy Hasibuan.
Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.