BBM Subsidi Bakal Dibatasi, LaNyalla: Jangan Sampai Hantam Kelas Menengah ke Bawah!
SURABAYA | Barometer Jatim – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta rencana pemerintah melakukan pembatasan BBM bersubsidi jangan sampai menghantam kelas menengah ke bawah.
Menurutnya, harus dipastikan pembatasan menyasar kelas menengah ke atas. Maka irisan kelas menengah atas dan bawah penting ditemukan indikator sekaligus model atau pola pembatasannya.
LaNyalla juga meminta pemerintah menemukan model distribusi BBM bersubsidi sehingga memastikan subsidi tepat sasaran, tepat volume, dan tidak mengalami kebocoran anggaran subsidi.
“Kelas menengah yang menuju bawah itu sejatinya juga rentan miskin dan bahkan miskin. Karena inflasi sudah menggerus daya beli mereka,” kata LaNyalla dalam keterangannya, Rabu (10/7/2024).
“Ini terbukti dari kontraksi angka PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang mengalami penurunan tajam. Itu artinya daya beli masyarakat menurun, atau dari rentan miskin telah menjadi miskin,” tandasnya.
Anjlok Rp 23,9 Triliun
Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan penerimaan PPN DN (Dalam Negeri) pada semester I-2024 tercatat Rp 193,06 triliun. Angka ini anjlok Rp 23,9 triliun atau 11% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Data Kemenkeu juga mencatat ini kali pertama PPN DN mengalami kontraksi sejak semester I-2020 atau empat tahun terakhir. Ironisnya, kontraksi justru terjadi saat Indonesia keluar dari pandemi Covid-19.
“Sehingga harus ditemukan model atau pola yang menjamin bahwa pembatasan subsidi BBM dan LPG harus benar-benar tepat sasaran. Terutama untuk di daerah-daerah,” kata LaNyalla.
“Termasuk tata kelola distribusi dari Pertamina sendiri yang harus terus diperbaiki di tingkat kebocoran dan kehilangan minyak dan LPG,” urai mantan Ketua Kadin Jatim tersebut.
Rencana pembatasan subsidi BBM mencuat setelah Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pemerintah akan membatasi pemberian subsidi mulai 17 Agustus 2024.
Luhut mendalilkan bahwa masih banyak orang yang tidak berhak menerima subsidi, tapi menikmati. Sehingga hal itu harus dikoreksi karena semakin membebani kesehatan fiskal negara. Dimana ke depan, beban fiskal akan semakin berat, dan tidak menguntungkan bagi kepentingan pembangunan.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu mencatat ada 60% orang kaya yang menikmati BBM subsidi.
Begitu pula dengan subsidi gas melon yang disalahgunakan. Febrio merinci 57,9% pengguna LPG 3 kg adalah orang-orang mampu, bukan keluarga miskin.{*}
| Baca berita DPD RI. Baca tulisan terukur Rofiq Kurdi | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur