Sapma PP Jatim: Pemecatan Prof Bus Penyembelihan Kebebasan Berpendapat Akademik!

SURABAYA | Barometer Jatim – Satuan Siswa, Pelajar, dan Mahasiswa Pemuda Pancasila (Sapma PP) mereaksi keras pemecatan Prof Budi Santoso (Prof Bus) dari jabatan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) dengan menyebut sebagai 'penyembelihan' kebebasan berpendapat akademik.
Diduga, pemecatan tersebut terkait pernyataan Prof Bus di media massa soal penolakannya terhadap kebijakan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang mengizinkan dokter asing berpraktik di Indonesia.
“Diksi ‘penyembelihan’ kira-kira cukup pantas menjadi diksi pembuka untuk menyikapi preseden buruk di institusi pendidikan tinggi kita akhir-akhir ini,” ujar Ketua PW Sapma PP Jatim, Arderio Hukom, Sabtu (6/7/2024).
Pemecatan Prof Bus, tandasnya, adalah ironi yang cukup memprihatinkan walaupun persoalan penyembelihan kebebasan berpendapat kerap terjadi, bahkan sejak zaman kolonialisme.
Namun bagi Arderio, langkah yang diambil pihak rektorat terhadap Prof Bus ini alih-alih menunjukkan kekuatan melalui abuse of power dengan harapan memunculkan ‘ketakutan’ dan ketertiban normatif di lingkungan civitas akademika FK Unair, yang ada justru menjadi bumerang yang mematikan bagi kelembagaan Unair.
“Kita melihat bersama aksi yang dilakukan ratusan dosen dan mahasiswa FK Unair di halaman FK Unair, menunjukkan gerakan perlawanan terhadap upaya pembungkaman kebebasan berpendapat akademik tidak pernah padam,” tegasnya.
PERLAWANAN: Pemecatan Prof Bus dari Dekan Fakultas Kedokteran Unair mendapat perlawanan. | Foto: IST
Jika preseden buruk semacam ini terus dibiarkan dan dinormalisasi, ucap Arderio, maka akan menjadi duri terhadap kebebasan berpendapat akademik. Lebih-lebih perguruan tinggi harus mampu menjadi mimbar sebebas-bebasnya dan seluas-luasnya dalam menyuarakan kebenaran dan keadilan.
“Tentu semangat ini sesuai dengan Pancasila sebagai ideologi negara, yang mengedepankan asas-asas musyawarah dan peletekan kepentingan orang banyak di atas kepentingan kelompok dan golongan,” ujarnya.
Karena itu, Sapma PP sebagai salah satu elemen aktif gerakan mahasiswa menyerukan 6 hal sebagai pernyataan sikap. Pertama, pemecatan Prof Bus mencederai nilai-nilai kebebasan berpendapat, opini, dan gagasan dalam ranah akademik.
“Tentu, hal ini memiliki dampak buruk terhadap pertumbuhan nilai-nilai demokrasi Pancasila di lingkungan perguruan tinggi,” kata Arderio.
Kedua, pemecatan Prof Bus menyalahi statuta Unair yang termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Statuta Unair.
Dalam pasal 53 dijelaskan, dekan dan wakil dekan dapat diberhentikan apabila berakhir masa jabatannya, meninggal dunia, mengundurkan diri, sakit yang menyebabkan tidak mampu bekerja secara permanen, sedang studi lanjut, dan atau dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan perbuatan yang diancam pidana penjara.
Ketiga, pemecatan Prof Bus tidak memiliki dasar yang jelas dan semata-mata soal kepentingan akibat pendapatnya yang kontra terhadap kebijakan pemerintah soal program mendatang dokter asing oleh pemerintah.
Keempat, pemecatan Prof Bus merupakan triger buruk dan destruktif terhadap upaya membuka ruang opini, gagasan, dan narasi akademik untuk membangun dan menghidupkan nalar sehat konstruktif di ranah akademik.
Kelima, menyarankan kepada pimpinan Unair untuk mengembalikan marwah perguruan tinggi beserta ruang kebebasan berpikir, berpendapat, dan beropini di Unair dengan tidak mengulangi kembali kebijakan-tindakan yang melampaui etika akademis dalam perguruan tinggi serta terkesan gradakan.
Keenam, mengajak serta seluruh kader Sepma PP baik yang berada di lingkungan Unair maupun perguruan tinggi lain untuk bersama-sama saling menjaga agar kebebasan berpendapat utamanya di ranah akademik tetap hidup.
“Serta turut aktif melawan indikasi-indikasi penyembelihan dan pembelengguan kebebasan berpendapat yang ada,” pungkas Arderio.{*}
| Baca berita Unair. Baca tulisan terukur Roy Hasibuan | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur