Laporan dari Tanah Suci

Berawal dari Juru Masak di Pesantren, Santri NU Sukses Bangun Restoran Ternama di Madinah

Reporter : -
Berawal dari Juru Masak di Pesantren,  Santri NU Sukses Bangun Restoran Ternama di Madinah
BERKAH IJAZAH KIAI: Madina Asian Restaurant, tempat kuliner ternama yang dibangun santri NU. | Foto: Syaiful Kusnan

Awalnya jadi juru masak di pesantren, kini Abah Umar sukses membangun restoran ternama di Kota Rasulullah.

BAGI jamaah haji maupun umroh yang kangen masakan Indonesia tak perlu bingung. Sebab di Madinah ada tempat kuliner yang menyajikan masakan khas Nusantara, namanya Medina Asian Restaurant.

Tempat ini cukup populer, baik di kalangan pemukim maupun jamaah haji dan umroh asal Indonesia. Bahkan sejumlah pejabat negara maupun artis Indonesia, kerap mampir ke restoran yang berada di kawasan Jabal Uhud tersebut. 

Restoran ini menyajikan masakan khas Indonesia, seperti mie bakso, mie ayam, nasi goreng, batagor, bakwan, ayam geprek, sate, rendang, pisang goreng, nasi rames, pecel Madiun, soto ayam, soto Betawi, gado-gado, ketoprak, es cendol, maupun aneka makanan Indonesia lainnya.

Seluruh masakan dijamin memenuhi citra rasa Nusantara karena diracik juru masak asal Cilacap, Jawa Tengah, sekaligus pemilik restoran bernama Muhammad Sarwono Thoyyibi atau akrab disapa Abah Umar.

Dalam menjaga kualitas masakan, Abah Umar tak main-main, termasuk bumbu yang didatangkan langsung dari Indonesia. Di antaranya cabai segar dan bawang, agar menghasilkan makanan yang benar-benar sesuai lidah orang Indonesia.

Meski masakannya banyak digemari orang Indonesia dan Asia, terutama jamaah umroh dan haji, Abah Umar belum mau terlibat catering layanan haji. Padahal keuntungan dari bisnis ini terbilang besar.

“Saya belum sanggup, karena kapastias dapur belum memadai untuk dapat memenuhi layanan ribuan jamaah haji Indonesia. Saya juga harus menjaga kualitas masakan, saya tidak mau sekadar menerima order tapi kualitas rasa masakan tidak terjamin,” tuturnya.

Bagaimana dengan omzet? Saat ini mencapai Rp 100 juta rupiah. Bahkan pada momen tertentu bisa lebih tinggi lagi.

Retoran Abah Umar juga berkembang pesat. Saat ini memperkerjakan 23 orang yang didominasi orang Indonesia. Dia bahkan telah membuka cabang di sejumlah lokasi di Madinah, salah satunya dekat pintu 338 Masjid Nabawi.

Sempat Jadi Gelandangan 

ORANG CILACAP: Abah Umar, chef dan pemilik Madina Asian Restaurant. | Foto: Syaiful Kusnan

Abah Amar adalah santri KH Anwar Iskandar alias Gus War, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat dan Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Dia pernah nyantri di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Amien, Ngasinan, Kota Kediri, asuhan Gus War.

Di pesantren tersebut, selain belajar agama, Abah Umar pernah menjadi juru masak pondok. Dia memasak untuk melayani kebutuhan makan ribuan santri  di pondok tersebut.

Usai mondok, dia berkelana ke sejumlah daerah di Indonesia bahkan berbagai negara, hingga akhirnya 'terdampar' di Kota Rasulullah, Madinah.

Dalam perjalanan hidupnya, bapak tiga anak itu mengalami pahit getir kehidupan. Bahkan pernah disangka orang gila karena memakai pakaian compang-camping. Saat tidak punya apa-apa, baju pun hanya melekat di badan.

Sebelum menetap di Madinah, pria yang fasih berbasa Arab itu pernah tinggal di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan selama 30 tahun.

Di kawasan elite itu, dia pernah sukses berjualan pisang goreng pakai gerobak. Saking larisnya, datang investor untuk memodali membuka 26 cabang di sejumlah daerah di Jakarta. 

Sampai wabah Covid-19 datang melanda Indonesia. Kebijakan pemerintah yang melarang kerumunan membuat dagangan Abah Umar satu per satu bangkrut. 

Dia pun menganggur selama beberapa bulan dan hidup di jalanan, tidur di sembarang tempat seperti emper toko, pasar, dan sebagainya. Untuk kebutuhan hidup, Abah Umar menjual satu per satu barang miliknya hingga hanya tersisa pakaian melekat di badan.

“Melamar menjadi tukang sapu jalanan yang dibayar sehari Rp 3 ribu pun gak diterima. Apa yang saya punya saya jual, barang-barang hasil jualan pisang goreng habis dijual, termasuk baju, tas dan sepatu. Sebagian buat makan,  sebagian buat ongkos cari kerja,” kenangnya.

Akhirnya, Abah Umar mendapat pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga seorang pengusaha bernama Didik Kusnadi yang pernah mengerjakan desin interior Pasar Jaya Blok M.

“Di rumah itu, pekerjaan saya nyuci mobil, nyapu, bersih-bersih rumah dan sebagainya,” katanya. “Kebetulan, istri Pak Didik punya usaha makanan, beliau mengajari saya masak,” tambahnya.

Berkelana ke Arab Saudi

KHAS INDONESIA: Madina Asian Restaurant, jujukan orang Indonesia yang rindu masakan Nusantara. | Foto: Syaiful Kusnan

Sampai akhirnya Abah Umar memutuskan pergi ke Arab Saudi. Tujuan pertamanya yakni Kota Makkah al-Mukaromah. Apalagi pergi ke Arab Saudi memang sudah menjadi keinginannnya sejak nyantri di pesantren Gus War.

“Ada tiga kota yang saya rindukan untuk dikunjungi sejak di pondok, yaitu Masjidil Haram Makkah, Masjidil Aqso dan Masjid Nabawi, Madinah. Dan ternyata Allah membawa saya terdampar di Madinah,” katanya.

Menurut Abah Umar, Madinah lebih damai di banding dua kota impiannya itu. Di Madinah, dia merasa seperti di kampung sendiri.

“Saya merasa nyaman, tenteram, dan relaksasi. Banyak bertemu dengan orang-orang baik di sini (Madinah),” katanya.

Enam bulan pertama di Madinah, Abah Umar lontang-lantung tanpa pekerjaan. Sampai akhirnya bertemu orang Arab, pengusaha travel, mengajak kerja sama mendirikan rumah makan masakan Indonesia.

Abah Umar memulai usaha dari tiga  orang karyawan hingga kini memiliki 23 karyawan, berasal dari Indonesia dan Banglades.

Sekarang, terutama pada sore sampai malam hari restorannya cukup ramai  pengunjung. Bukan hanya warga negara Indonesia saja, warga negara Asia lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan Brunai juga kerap mampir ke restorannya.

Berkah Amalan dari Kiai

Abah Umar bercerita, kunci suksesnya adalah usai shalat fardu mengamalkan doa-doa yang diijazahkan kiai, utamanya Gus War. Amalan itu adalah baca shalawat 1.000 kali serta kirim fatihan ke Nabi Muhammad Saw, para ulama, guru-guru, serta orang tua.

“Saya sering bersilaturahmi kepada guru-guru. Lalu saya ikuti nasihat-nasihatnya, meski kadang nasihat itu terdengar tidak enak di telinga. Tapi saya sami’na wa atho’na,” ungkapnya.

SELERA NUSANTARA: Madina Asian Restaurant, suguhkan beragama masakan khas Indonesia. | Foto: Syaiful Kusnan

Abah Umar juga memboncorkan kunci sukses lainnya, yaitu cinta kasih.  Setelah melalang buana ke berbagai negara, dia mendapat banyak pelajaran kunci sukses manusia adalah cinta kasih.

“Kita harus memberi cinta kasih kepada sesama tanpa memandang agama. Mereka juga ciptaan Allah, kita harus bantu mereka terutama membantu kepada orang lapar,” ucapnya.

Ketika ditanya motivasi terbesar di Madinah? Dengan  mata berkaca-kaca dia berkata, “Saya ingin meninggal di Madinah, kota dimana Rasulullah Saw dimakamkan,” pungkasnya.{*}

| Baca berita Haji. Baca tulisan terukur Syaiful Kusnan | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.