Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Akademisi: Publik Tunggu Palu Emas MK, Bukan Palu Godam!

Reporter : -
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Akademisi: Publik Tunggu Palu Emas MK, Bukan Palu Godam!
SIDANG: Ketua MK, Suhartoyo (kiri) dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat memimpin sidang. | Foto: Humas MK/Ifa

SURABAYA | Barometer Jatim – Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan pembacaan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres, Senin (22/4/2024). Banyak kalangan berharap, keputusan MK nanti mampu menjaga martabat Pemilu di Indonesia.

Akademisi dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam mengatakan, putusan PHPU Pilpres 2024 sangat dinanti-nanti masyarakat. Tidak hanya berbagai ragam warga Indonesia tetapi juga masyarakat internasional.

Sebab, katanya, Pilpres 2024 telah menjadi perhatian dunia. Apalagi setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pemilu.

"Saya melihat hasil putusan MK sangat ditunggu publik sebagai penjaga gawang terakhir konstitusi tanah air. Harapan saya, putusan MK nanti menjadi palu emas bukan palu godam. Bisa jadi sangat sulit, tetapi saya yakin para hakim MK saat ini memiliki integritas," ujar Surokim, Kamis (18/4/2024).

Dia juga berharap, putusan MK nanti tidak hanya berdimensi literasi masa lalu tetapi juga berdimensi visioner. Yakni, untuk perbaikan Pemilu di Indonesia di masa depan. Menurutnya, MK sangat diharapkan melahirkan putusan yang bermartabat.

“Tentu para hakim MK sangat sulit mengambil keputusan yang bisa membahagiakan semua orang. Apalagi dalam sengketa Pilpres ini, jarak perolehan suara antara pemenang dengan yang kalah cukup jauh. Tentu keputusannya sangat sulit jika akan mengabulkan gugatan. Berbeda kalau selisihnya tipis, itu lebih mudah," ungkapnya.

DISUMPAH: Para ahli dari pemohon Paslon 03 Ganjar-Mahfud diambil sumpahnya di hadapan majelis. | Foto: Humas MK/Ifa

Tapi dengan integritas yang dimiliki hakim MK, Surokim yakin bisa mengambil keputusan yang bijak. Salah satunya, putusan MK nanti berdimensi literasi Pemilu yang bermartabat, bukan sekadar berdimensi masa lalu yang berkutat pada kecurangan Pemilu yang telah dilakukan.

"Prediksi saya, nanti akan ada sebagian gugatan yang diterima. Kalau ditolak semua sepertinya tidak mungkin. Harus ada poin yang diterima untuk perbaikan di Pemilu masa depan. Sebab dalam sengketa Pilpres, ada hal-hal yang sulit dibuktikan tetapi sangat terasa," ujar peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) itu.

Terkait pengajuan diri Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan ke MK yang kemudian diikuti sejumlah tokoh, Surokim mengatakan hal itu bagian dari ikhtiar untuk menciptakan putusan pengadilan yang bijak.

Amicus curiae adalah praktik hukum, yang memungkinkan pihak lain di luar pihak yang berperkara untuk terlibat dalam peradilan.

Dalam bahasa Indonesia, amicus curiae lebih dikenal sebagai sahabat pengadilan atau friends of court. Pendapat dari amicus curiae itu nantinya dapat digunakan untuk memperkuat analisis hukum dan menjadi bahan pertimbangan hakim.

Tiga Kemungkinan Putusan  

Sementara itu akademisi dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Andri Arianto mengatakan, ada tiga kemungkinan dalam putusan sengketa Pilpres nanti. Pertama, menolak semua permohonan pemohon Paslon 01 dan Paslon 03 dan memberikan catatan untuk perbaikan Pilpres ke depan.

Kemungkinan pertama ini, menurut Andri, bisa saja terjadi karena dalam sejarah MK belum pernah membatalkan hasil Pilpres yang telah ditetapkan KPU atau mendiskualifikasi calon.

Jika keputusan ini terbukti, katanya, sebagian masyarakat bisa saja menduga MK menjadi kepanjangan tangan penguasa.

"Kemungkinan kedua, menerima permohonan Capres 01 dan 03 dengan mendiskualifikasi Capres 02 dan menyelenggarakan pemungutan suara ulang yang diikuti Capres 01 dan 03. Hal ini dilakukan karena permohonan Capres 01 dan 03 memenuhi syarat," kata Andri.

Kemungkinan kedua ini, menurutnya, bisa mengembalikan marwah MK sebagai lembaga penjaga gawang terakhir konstitusi. Sebab, dari awal pencalonan Paslon 02 memang sudah penuh pelanggaran dan melanggar etik.

Sedangkan untuk keputusan kemungkinan ketiga, lanjut Andri, yakni mengabulkan sebagian permohonan saja. Bisa saja, misalnya, mendiskualifikasi Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres 02 karena ada aturan yang dilanggar.

“Keputusan ini sebagai jalan tengah yang diambil MK,” tandasnya.{*}

| Baca berita Pilpres 2024. Baca tulisan terukur Roy Hasibuan | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.