Protes Keras Khofifah Mangkir di Paripurna DPRD Jatim, Anggota Fraksi Golkar Walk Out!

SURABAYA | Barometer Jatim – Rapat paripurna DPRD Jatim, Rabu (14/5/2025), berlangsung panas lantaran Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa lagi-lagi mangkir. Sampai-sampai anggota Fraksi Golkar, Freddy Poernomo memilih angkat kaki (walk out) dari paripurna.
Agenda rapat paripurna yang seharusnya dihadiri Khofifah, yakni nota penjelasan gubernur terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perubahan atas Perda Nomor 8/2019 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan penyampaian nota penjelasan gubernur atas Raperda tentang penyertaan modal pada perusahaan PT Bank Perekonomian Rakyat Jatim.
Feddy memilih walk out, karena seharusnya Khofifah sendiri yang menyampaikan nota penjelasan gubernur, bukan diwakilkan ke Wagub Emil Elestianto Dardak. Terlebih, kedua Raperda tersebut inisiatif eksekutif.
Sebelum walk out, Freddy sempat melakukan interupsi keras atas ketidakhadiran Khofifah tanpa alasan yang jelas, padahal sesuai aturan pembacaan nota penjelasan wajib disampaikan gubernur.
“Kami menyimak apa yang menjadi landasan hukum. Setelah saya membaca Perda 13/2018 tentang Produk Hukum Daerah, memang benar. Nota penjelasan terkait dengan inisiasi pemerintah hukumnya wajib dihadiri oleh gubernur. Saya dengar hari ini agenda gubernur ada di Jatim, konon cerita ada kegiatan di Ponorogo,” katanya.
Dalam Pasal 55 ayat (4) Perda Nomor 13/2018 disebutkan: Penjelasan dan pendapat akhir Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 1 dan ayat (3) huruf c disampaikan langsung oleh Gubernur.
“Oleh karena itu, seizin pimpinan, saya hanya mengingatkan, hendaknya nota penjelasan gubernur ditunda. Kita menghormati regulasi daerah yang sudah ditetapkan bersama antara DPRD dan eksekutif. Itu saja, kami hanya mengingatkan karena ada landasan hukumnya. Kecuali kalau hal-hal yang lain, ini Khofifah ada di Jatim,” sambungnya.
Saling Sanggah
Mendapat interupsi dari Fredy, Wakil Ketua DPRD Jatim, Sri Wahyudi yang memimpin sidang melemparkan ke anggota lainnya apakah penyampaian nota penjelasan gubernur ditunda atau tetap dilanjutkan.
“Gubernur itu kan satu paket, gubernur bersama wakil, jadi bisa diwakilkan oleh wakilnya,” kata legislator asal Partai Demokrat tersebut.
Dia kemudian membacakan Pasal 55 ayat (5) Perda Nomor 13/2018 yang berbunyi: Dalam hal Gubernur berhalangan sementara atau berhalangan tetap sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, penyampaian penjelasan dan pendapat akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh pelaksana tugas, pelaksana harian, penjabat sementara atau penjabat Gubernur.
Freddy balik menyanggah Sri Wahyuni. Kalau memang Khofifah berhalangan, dia minta ada surat resmi dan dibacakan di forum paripurna. Baginya, semua harus berpacu pada landasan hukum dan Perda dibuat bersama antara eksekutif dan DPRD.
“Mohon dihormati regulasi yang menjadi kesepakatan bersama, antara eksekutif dan DPRD. Saya mengingatkan itu saja, kalau memang ada surat tugas resmi oleh gubernur kepada wakil atau siapa yang mewakili monggo, silakan. Tapi sejauh itu tidak bisa disampaikan di dalam forum paripurna, saya mohon untuk ditunda,” ucap Freddy.
Tapi Sri Wahyuni tetap bersikukuh kalau gubernur dan Wagub satu kesatuan, jadi untuk penyampaian nota bisa diwakilkan ke Wagub.
“Berdasarkan diskusi kami bersama wakil gubernur yang sudah ada di tengah-tengah kita, berdasarkan yurisprudensinya, jadi rapat paripurna ini bisa kita lanjutkan,” katanya
Lantaran Sri Wahyuni menyebut yurisprudensi, Freddy kian memanas dan minta ditunjukkan yurisprudensinya.
“Yurisprudensi yang mana, tunjukan! Kita jangan bicara katanya-katanya. Semua harus dibuktikan dengan data formal, saya hanya menggarisbawahi apa yang sudah disepakati dalam regulasi,” ucap Freddy.
Lagi pula, sudah terang tertulis dalam rundown susunan acara yang dikirim Sekteraris Dewan (Sekwan) bahwa kehadiran gubernur tidak bisa diwakilkan.
“Lha, perbaiki dulu itu. Saya paham bahwa gubernur-Wagub satu paket, tetapi (Perda) bunyinya gubernur lho ya, bukan wakil gubernur. Tadi disebutkan Plt, Pj, Pjs. Kalau itu memang gubernur berhalangan, saya mohon ditunjukkan surat penugasan gubernur pada wakil gubernur,” katanya.
Sri Wahyuni lantas membacakan yurisprudensi yang dimaksud. “Ini berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, Pemprov Jatim usulkan Raperda pengelolaan keuangan daerah dan ini dibacakan Wagub,” ujarnya.
“Mbak mohon maaf ya,” sergah Freddy. “Ini perundang-undangan lho ya, saya mohon maaf. Kalau sebelum-sebelumnya itu mengacu pada regulasi apa? Ini saya hanya mengingatkan saja, DPRD punya regulasi, Perda 13/2018 tentang Produk Hukum Daerah. Kalau memang ini menjadi satu kolektif, ubah dulu Perdanya.”
Terus-terusan diinterupsi, Sri Wahyuni memilih tak lagi menanggapi dan melanjutkan ke agenda paripurna berikutnya. Sebaliknya, Freddy pun memilih walk out sebagai bentuk protes.
Saat berjalan meninggalkan ruang paripurna, Freddy menunjukkan rundown acara dari Sekwan yang menegaskan kehadiran gubernur dalam agenda paripurna tersebut tidak bisa diwakilkan.
Sementara itu Emil Dardak usai paripurna menyampaikan, interupsi yang dilakukan Freddy merupakan hal lumrah dalam sidang paripurna.
“Saya rasa sesuatu yang lumrah terjadi ya. Saya pikir menyampaikan masukan untuk tujuan meningkatkan kualitas sidang, adalah sesuatu yang baik dari setiap anggota dewan,” katanya.
Dia juga menilai bijak keputusan Sri Wahyuni sebagai pimpinan sidang. “Keputusan yang diambil pimpinan sidang saya rasa sudah sangat bijak, ya sudah kalau ada yang perlu dilengkapi.. dilengkapi, lanjut gitu kan,” katanya.
Artinya tidak ada regulasi yang dilanggar? “Oh enggak ada sih, tadi kan semua sudah dianalisa oleh Sekwan, setelah itu yuk dipastikan dulu maju agenda lainnya,” ujar Emil.{*}
| Baca berita DPRD Jatim. Baca tulisan terukur Rofiq Kurdi | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur