Kerugian Kredit Fiktif Bank Jatim Diklaim Jadi Rp 268,9 M, Komisi C: Dalih Tutupi yang Sebenarnya!

Reporter : -
Kerugian Kredit Fiktif Bank Jatim Diklaim Jadi Rp 268,9 M, Komisi C: Dalih Tutupi yang Sebenarnya!
TERSANGKA: FK alias NS, salah satu tersangka kredit fiktif Bank Jatim cabang Jakarta. | Foto: Kejati DKI

SURABAYA | Barometer Jatim – Sejumlah pihak, tak terkecuali Komisi C DPRD Jatim terkejut dengan pernyataan Sekdaprov Jatim, Adhy Karyono terkait jumlah kerugian Bank Jatim imbas pembobolan lewat kredit fiktif di cabang Jakarta.

Adhy yang juga menjabat komisaris Bank Jatim menyebut, pihaknya berhasil menekan kerugian imbas kredit fiktif yang semula Rp 569,4 miliar menjadi Rp 268,9 miliar.

"Tiba-tiba Adi Karyono mengumumkan kerugian berkurang menjadi Rp 268,9 miliar. Artinya, Komut membantah temuan Kejati Jakarta atas penyelidikan kasus kredit fiktif Bank Jatim," kata Anggota Komisi C DPRD Jatim, Multazamudz Dzikri, Rabu (7/5/2025).

Sebelumnya, usai rapat pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) Direksi dan Komisaris Bank Jatim di Kantor Gubernur Jatim, Jalan Pahlawan, Jumat (25/4/2025), Adhy menyebut pihaknya telah melakukan langkah-langkah percepatan untuk bisa mengurangi kerugian imbas kredit fiktif di cabang Jakarta.

“Jadi kalau tertulis kemarin Rp 569 miliar, sejujurnya ada paket kredit yang memang sudah kembali normal. Dari 69 paket kita 13 paket kembali normal, juga ada pengembalian dan cash collateral yang dicairkan, sehingga total akhir kerugiannya Rp 268,9 miliar. Sekarang sedang ditangani Kejati Jakarta, kita percayakan untuk proses hukum selanjutnya,” paparnya.

Selain itu, lanjutnya, ada aset yang sedang di-appraisal untuk bisa juga mengurangi tingkat kerugian. Jadi kalau dugaan kerugian tertulis Rp 569,4 miliar, klaim Adhy, sebenarnya Rp 268,9 miliar dan di tahun buku 2024 sudah ditutup dari dana cadangan.

Menambah Pertanyaan

Multazam menganggap, penjelasan tersebut merupakan dalih demi menutupi kerugian yang sebenarnya, seperti yang diutarakan Kejati Jakarta. Pasalnya, dari penjelasan itu menimbulkan tambahan pertanyaan.

"Yang menjadi pertanyaan, penagihannya ke siapa? Debitur yang mengembalikan siapa? Sedangkan debitur sudah ditetapkan sebagai tersangka, kantornya pun juga virtual," herannya.

"Pertanyaan ini sudah saya lontarkan langsung kepada jajaran komisaris dan direksi melalui rapat Komisi C. Dirut kemudian lebih banyak menyampaikan perihal cash collateral daripada penagihan dan pengembalian," sambung legislator asal PKB tersebut.

Kasus kredit fiktif yang menjerat Bank Jatim, tandas Multazam, semakin berbelit-belit. Terlebih permintaan data pencairan 69 kredit fiktif hingga saat ini masih belum juga diberikan, sehingga menambah keyakinannya bahwa ada keterlibatan pihak lain di balik kredit fiktif ini.

"Saya atas persetujuan pimpinan komisi dan peserta rapat meminta data pencairan 69 kredit fiktif disertai persentase cash collateral di setiap pencairan agar bisa berhitung nilainya. Tapi sampai hari ini belum dikasih," ujarnya.

"Kita ini berupaya mengurai permasalahan Bank Jatim, tidak mungkin toh jajaran direksi baru tahu ada fraud setelah 69 pencairan kredit fiktif. Kan ada quality assurance (QA) di setiap cabang. QA bisa dikatakan sebagai kepanjangan tangan Direktur Manajemen Risiko di cabang. Masa tidak melapor?" lanjutnya.

Multazam menilai permasalahan Bank Jatim begitu kompleks. Direktur Kepatuhan yang diandalkan untuk mengurusi pimpinan cabang juga terkesan diam saja. Sebab, karut marut manajemen akhirnya terendus di kala ada kasus besar terbongkar.

"Ada pula Direktur Kepatuhan, yang seharusnya bertugas memastikan para pimpinan cabang dan jajarannya benar-benar mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku serta kebijakan internal. Kalau direksi baru tahu permasalahan, berarti gak kerja dong mereka," tuturnya.

Mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu mengatakan rapat terakhir Komisi C DPRD Jatim dengan Bank Jatim menyisakan tiga permintaan yang hingga saat ini diabaikan Bank Jatim.

"Pertama permintaan data rinci 69 pencairan kredit beserta persentase cash collateral, kemudian data kronologi masuknya pimpinan cabang Jakarta, dan data notulensi evaluasi jajaran komisaris terkait persoalan kredit fiktif," ujarnya.

Karena itu, tandas Multazam, pihaknya menginginkan agar Panitia Khusus (Pansus) Bank Jatim dibentuk, sebab kompleksitas permasalahannya tidak cukup hanya dibahas di internal komisi.

"Dengan begitu, saya pikir memang butuh institusi DPRD Jatim untuk mengurai permasalahan ini, bukan hanya di Komisi C. Kita tidak boleh tinggal diam, Pansus Bank Jatim harus terus dikawal," katanya.

"Saya meminta aparat penegak hukum juga mendalami keterlibatan oknum lain serta aliran dana dari kredit fiktif tersebut. Ada info Bun Santoso (tersangka/pelaku utama kredit fiktif) memiliki kedekatan dengan para pejabat di Pemprov Jatim. Ini sedang kita dalami dan kumpulkan bukti-buktinya," pungkas Multazam.{*}

| Baca berita Bank Jatim. Baca tulisan terukur Roy Hasibuan | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.