Kakek Prabowo Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Apa Jasanya untuk Bangsa?

SURABAYA | Barometer Jatim – Mendiang Raden Mas (RM) Margono Djojohadikoesoemo diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. Usulan tersebut dibahas lewat kajian historis dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Sygma Research and Consulting di Aula PWI Jatim, Surabaya, Jumat (25/10/2024).
FGD menghadirkan empat narasumber, yakni Pj Bupati Banyumas 2024, Iwannudin Iskandar; Ketua PWI Jatim, Luthfil Hakim; Guru Besar Perbankan dan Ekonomi Unesa, Prof Abdul Mongid; dan Dekan FIB Unair, Prof Purnawan Basundoro. Mereka melakukan kajian historis secara mendalam, membedah peran Margono dalam sejarah Bangsa Indonesia.
Keempatnya sepakat jika kakek Presiden RI Prabowo Subianto itu merupakan tokoh nasional, negarawan, politikus, dan ekonom. Sedangkan terkait wilayah asal ide pengusulan datang dari Jatim, tidak dari daerah asal Margono di Kabupaten Banyumas. Dasar pertimbangannya yakni lahirnya Hari Pahlawan di Surabaya.
"Jatim ingin menjadi inisiator agar RM Margono Djojohadikoesoemo dapat meraih kehormatannya, saya berpikir beliau sangat berhak untuk itu," kata Komisaris Sygma Research and Consulting, Yuristiarso Hidayat.
Selanjutnya, akan dilakukan kajian mendalam bersama akademisi serta praktisi melalui roadshow di sejumlah kota. Apalagi usulan tersebut mendapat dukungan dari Pemkab Banyumas, sebagai syarat mendapat gelar Pahlawan Nasional berbekal berbagai dokumen penting dengan melibatkan peneliti, sejarawan, dan berbagai pihak penyusun kajian.
"Kajian ini merupakan bagian dari upaya kami untuk mengenang dan mengapresiasi peran beliau yang sudah sepantasnya mendapatkan gelar Pahlawan Nasional, sekaligus sebagai bentuk kontribusi kami dalam memperkaya literatur sejarah Indonesia," kata Anna Luthfie, salah seorang Komisaris Sygma.
Silsilah Keluarga
Lahir pada 16 Mei 1894, RM Margono memiliki anak bernama Soemitro Djojohadikoesoemo yang juga merupakan ekonom Tanah Air sekaligus ayah dari Prabowo. Lalu dua anak lainnya, Kapten Anumerta Soebianto Djojohadikoesoemo dan Taruna Soejono Djojohadikoesoemo gugur dalam peristiwa Pertempuran Lengkong.
Nama mereka kemudian diabadikan dalam nama cucu-cucunya, mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad yang kini menjabat sebagai Presiden RI, Prabowo Subianto serta adiknya, Hashim Soejono.
"Cucu adalah bentuk dari keberhasilan seorang eyang," kata Prof Abdul Mongid.
Sedangkan ayah Margono adalah priyayi yang menjadi pegawai pemerintah kolonial Belanda, cucu buyut Raden Tumenggung Banyakwide atau dikenal sebagai Panglima Banyakwide pengikut setia Pangeran Diponegoro.
Panglima Banyakwide diangkat sebagai Bupati Roma (sekarang Karanganyar, Kebumen) dan mendapat gelar Raden Tumenggung Kertanegara IV.
Kendati Tumbuh di lingkungan priyayi, Margono kerap menggambarkan keluarganya sebagai bangsawan 'miskin'. Menurut keterangannya semasa hidup, dia tidak pernah mengunjungi makam leluhurnya. Dia tidak mau mengakui leluhurnya, karena pernah bekerja untuk Belanda.
Dirut Pertama BNI
Margono muda mulai belajar di Europeesche Lagere School (sekolah dasar kolonial) pada 1901. Setelah lulus pada 1907, melanjutkan pendidikan di Opleiding School Voor Indlandsche Ambtenaren (OSVIA, sekolah pegawai negeri) di Magelang hingga 1911.
Sehari setelah pelantikan Soekarno-Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI, pemerintah membentuk Kabinet Presidensial dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Margono ditunjuk sebagai ketua.
Dalam menjalankan tugas, Margono mengusulkan pembentukan Bank Sentral atau Bank Sirkulasi seperti yang dimaksud UUD 1945.
Dia kemudian mendapat mandat dari Soekarno-Hatta untuk mengerjakan persiapan pembentukan Bank Sentral (Bank Sirkulasi) Negara Indonesia pada 16 September 1945.
Pada 19 September 1945, sidang Dewan Menteri RI memutuskan untuk membentuk sebuah bank milik negara yang berfungsi sebagai Bank Sirkulasi.
Akhirnya, pada 15 Juli 1946 terbit Perppu Nomor 2 tahun 1946 tentang pendirian Bank Negara Indonesia (BNI) dan penunjukan Margono sebagai Direktur Utama BNI. Selama menjabat direktur, pada 1970 status hukum BNI diubah menjadi Persero.
"Beliau melakukan operasional bank yang baru berdiri agar efisien, ini tentu tidak mudah," ungkap Prof Abdul.
Ide Hak Angket
Sebagai Dirut pertama BNI, Margono berperan sebagai ahli strategi, memastikan bank beroperasi secara efisien bahkan di bawah tantangan perjuangan kemerdekaan yang sedang berlangsung.
Dia juga menstabilkan keuangan dan ekonomi dengan memberikan dukungan kepada pemerintah, serta membangun kredibilitas bank baik di dalam negeri maupun internasional.
Sementara dalam ketatanegaraan Indonesia, Margono juga memiliki jasa memunculkan ide hak angket DPR RI pada 1950-an.
Margono mengusulkan resolusi agar DPR mengadakan hak angket atas usaha memperoleh devisa dan cara mempergunakan devisa.
Selanjutnya, panitia hak angket dibentuk dan beranggotakan 16 orang dan Margono bertindak sebagai ketua. Tugasnya menyelidiki untung rugi, mempertahankan devisen-regime berdasarkan Undang-undang Pengawasan Devisen tahun 1940 dan perubahan-perubahannya.
Margono meninggal dunia pada 25 Juli 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman keluarga Desa Dawuhan, Banyumas, Jawa Tengah. Saat itu Gubernur Jakarta, Ali Sadikin datang melayat.
Hingga kini nama Margono Djojohadikoesoemo diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Jakarta. Kisah kehidupannya juga menjadi inspirasi pembuatan film Merah Putih, bahkan namanya juga terpatri sebagai Gedung RM Margono Djojohadikoesoemo di Universitas Gajah Mada (UGM).{*}
| Baca berita Pahlawan Nasional. Baca tulisan terukur Andriansyah | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur