Gus Sholah: Saiful Tidak Baik, Khofifah Terbaik

DUKUNG KADER NU TERBAIK: Gus Sholah, kalau memang kandidat Cagub dari kader NU maju semua di Pilgub Jatim 2018, apa boleh buat. Terpenting mencari pemimpin yang baik, yang bisa bekerja. | Foto: Barometerjatim.com/ROY HASIBUAN
KH SALAHUDDIN WAHID heran dengan sejumlah kiai di struktur PWNU Jatim. Dari sekian banyak kader NU potensial yang dibisa dipilih untuk maju di Pilgub Jatim 2018, mereka mendadak memilih Saifullah Yusuf (Gus Ipul) tanpa lewat proses pengujian.
"Ujug-ujug ndukung Ipul itu urusannya apa? Etika organisasi ndak seperti itu mestinya. Harusnya kita uji-lah, yang bisa bekerja dengan baik itu yang mana? Masak NU seperti itu?" katanya dengan nada santai.
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, yang akrab disapa Gus Sholah itu juga menyoroti 'kiai struktural' yang kelewat jauh membawa NU ke dalam politik praktis. Dalih tidak atas nama jamiyah tapi pribadi-pribadi tetap tak bisa dibenarkan, karena jabatan di kepengurusan sifatnya melekat.
Baca: 4 Alasan Kiai Pengasuh Ponpes Besar Dukung Khofifah
Tepat di hari ulang tahunnya yang ke-75, Senin, 11 September 2017, adik kandung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tersebut memaparkan pandangannya soal NU dan kadernya di pusaran Pilgub Jatim 2018 lewat wawancara khusus dengan Barometerjatim.com.
Sebelumnya, selamat ulang tahun Gus Sholah.. Oh, terima kasih, terima kasih..
Gus, NU menjadi rujukan Parpol untuk mencari bakal Cagub di Pilgub Jatim 2018. Termasuk PDIP yang melakukan safari politik ke sejumlah kiai NU struktural. Bagaimana pandangan anda? Saya ndak tahu persis berapa banyak kiai yang didatangi itu ya. Cuma kiai itu kan banyak sekali, tentu ada yang mendukung Ipul tapi ada yang tidak. Terkesan kan struktur NU mendukung Ipul. Saya pikir itu langkah yang tidak benar. Artinya, kalau memang mau memilih (bakal Cagub) di dalam NU, pilihlah yang ada.
Apa yang dimaksud dengan pilihan yang ada? Lho kan pilihan di NU banyak, tidak hanya Saiful. Pertama, ya kita uji-lah, yang terbaik itu yang mana? Yang bisa bekerja dengan baik itu yang mana? Masak NU seperti itu. Kedua, sebetulnya NU itu nggak boleh ikut-ikut gituan. Itu kan membawa NU ke dalam politik praktis.
Bukankah sejumlah kiai yang mendukung Gus Ipul itu mengatasnamakan pribadi, bukan jamiyah? Kalau dia jadi pengurus ya nggak boleh. (Jabatan di struktur) itu melekat.
Bagaimana seharusnya sejumlah kiai tersebut menempatkan posisi sebagai pengurus serta jamiyah? Ya sebaiknya ndak terlibat, kalau menurut saya. Apalagi kalau dia struktur. Kalau dia struktur, ya tentunya di NU lihatlah siapa saja yang punya potensi, siapa calon-calon yang baik. Ujug-ujug ndukung Ipul itu urusannya apa? Etika organisasi ndak seperti itu mestinya.
Gus Sholah menduga mengapa mereka ujug-ujug mendukung Gus Ipul tanpa terlebih dahulu menguji dengan kader NU lainnya? Waduh, lha itu saya nggak ngerti. Sejak tahun 2013 kan saya sudah datang ke PWNU, saya sampaikan. Ini ada dua calon, kenapa nggak kita pertemukan, kita pilih yang terbaik.
Apa jawaban PWNU Jatim? Dibawa ke PBNU dan PBNU-nya nggak bisa memutuskan. Kalau ngurus dua orang saja nggak bisa, bagaimana mau mengurus jutaan orang.
Apakah elit PDIP juga berkomunikasi dengan Gus Sholah sebelum atau selama keliling ke kiai NU Jatim? Ya pasti tidak-lah. Saya kan bukan struktur dan saya juga nggak punya hubungan yang dekat, biasa-biasa saja dengan partai. Tapi kalau PDIP sih wajar-wajar saja, dia melakukan seperti itu karena partai. Lha yang enggak wajar ini pengurus NU-nya.
Bahasanya pengurus NU enggak wajar ya Gus.. Iya, kalau mau itu duduk mencari tokoh terbaik di NU. Sudah, sampai di situ saja, nggak usah sampai kampanye."Ujug-ujug ndukung Ipul itu urusannya apa? Etika organisasi ndak seperti itu mestinya. Harusnya kita uji-lah, yang bisa bekerja dengan baik itu yang mana? Masak NU seperti itu?"
Selama ini urusan ijtihad politik di NU susah ditemukan, apa mungkin bisa duduk bersama untuk menentukan satu calon? Makanya, kalau memang susah, kenapa tidak dilakukan upaya untuk mempersatukan. Memang, di Jatim, dalam sejarahnya kan selalu banyak calon. (Di Pilgub Jatim) 2008, PKB mencalonkan Pak Achmady, kemudian ada Pak Ali Maschan (Moesa), lalu Saiful dan Khofifah. Ya memang selamanya begitu. Tapi apakah yang tidak baik (banyak calon dari kader NU) akan selamanya dipertahankan? Kan tidak! Kalau bisa diperbaiki kenapa nggak diperbaiki.
Gus Sholah melihat banyak calon dari NU justru tidak baik dan tidak perlu dipertahankan? Lha, iyalah kita perbaiki diri kita. Kalau bisa muncul satu calon saja.
Jika tidak ada titik temu dan seluruh kandidat Cagub dari NU akhirnya sama-sama maju? Ya sudah, kalau memang seperti itu, apa boleh buat. Yang penting itu kita mencari pemimpin yang baik, yang bisa bekerja.
ULTAH KE-75 GUS SHOLAH: Khofifah Indar Parawansa dan jajaran pengurus PP Muslimat NU sowan ke kediaman Gus Sholah di Jakarta untuk memberi ucapan selamat ulang tahun. | Foto: Barometerjatim.com/ROY HASIBUAN
Baik. Bagaimana dengan Khofifah, apa sudah ada pembicaraan untuk memastikan maju? Tadi pagi (Senin, 11 September 2017) Khofifah ke rumah saya (memberi ucapan selamat ulang tahun). Dia baru datang haji, belum sampai ngomong ke sana. Kita serahkan saja pada proses yang sedang berjalan.
Kalau Parpol, apakah sudah ada yang berkomunikasi dengan Gus Sholah? Saya ndak terlibat sampai ke sana ya, karena selama ini Bu Khofifah sudah bisa, punya kontak langsung. Tapi saya sampaikan, kalau memang diperlukan saya ndak keberatan untuk datang ke partai-partai. Kalau diperlukan, karena saya ingin mendapat gubernur yang baik di Jatim, kader NU terbaik dan itu Khofifah.
Bagaimana kalau Khofifah memutuskan tidak maju? Kita cari yang terbaik, menurut saya Saiful tidak baik.
Jadi Kalau Khofifah enggak maju, Gus Sholah tetap tidak mendukung Gus Ipul? Kita cari yang lain.
Gus Sholah tidak cocok dengan Gus Ipul, apa ini semua imbas dari Muktamar NU di Jombang lalu? Saya terlepas dari itu ya. Kita cari yang terbaik-lah. Bahwa Saiful bermain, merusak Muktamar NU, saya pikir semua orang sudah tahu. Orang-orang yang merusak Muktamar NU itu sudah cerita, bahwa mereka memang melakukan itu. Tapi sudahlah, itu sudah lewat, saya nggak mikir itu.