Selesaikan Konflik Rohingya atau Usir Dubes Myanmar

-
Selesaikan Konflik Rohingya atau Usir Dubes Myanmar
    USIR DUBES MYANMAR: Ribuan umat lintas agama di Surabaya menggelar aksi di depan gedung Grahadi, Selasa (5/9). Mereka meminta PBB segera menyelesaikan konflik di Rohingya. | Foto: Barometerjatim.com/BAYAN AP
SURABAYA, Barometerjatim.com - Pembantaian warga muslim di Rohingya, Myanmar yang berlangsung sejak 1784, hingga saat ini belum berakhir. Gelombang kecaman atas nama kemanusiaanpun datang silih-berganti. Tak terkecuali di Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim. Setelah dua Banom Nahdlatul Ulama (NU): Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Banser se Jatim menggelar shalat ghaib kemarin, hari ini, Selasa (5/9), giliran ribuan umat lintas agama menggelar aksi kecaman di depan gedung Grahadi Surabaya, Jl Gubernur Suryo. Mulai dari tokoh lintas agama seperti dari Majelis Pandita Budha, Hindu, Kristen, dan Islam bertemu di satu titik: Gedung Grahadi Surabaya. Termasuk NU dan Muhammadiyah, serta pelajar dan mahasiswa ikut menyatukan suara: Mengutuk aksi militer Myanmar di Rohingya. "Tidak ada satu agamapun mengajarkan penindasan, seperti yang dilakukan tentara Myanmar, tegas salah satu orator dari Majelis Mahayana Indonesia. Baca: Muslim Rohingya Dibantai, Ansor-Banser Shalat Ghaib Dalam aksi itu, selain menggelar orasi secara bergantian, para demonstran juga membentang berbagai poster berisi kecaman. Salah satunya bertuliskan Usir Dubes Myanmar. Mereka meminta pemerintah Indonesia mendesak United Nations (PBB) agar segera bertindak. Menghentikan konflik geopolitik di Myanmar. Ketua PC Muhammadiyah Sukomanunggal, Yahya menegaskan, jika konflik di daerah Arakan, negara bagian Rakhine ini tidak bisa diselesaikan oleh PBB, maka umat lintas agama di Indonesia menuntut pemerintah segera memutus hubungan diplomatik dengan Myanmar. Usir Dubes Myanmar dari Indonesia, tegas Yahya. Pembantaian Sejak 1784 Konflik di Rohingya sendiri, terjadi sejak 1784. Saat itu, wilayah Arakan diserang pasukan Raja Budha, Bodawpay dari suku Burma. Tujuannya, selain ingin menguasai wilayah, juga agar umat Islam di Rohingya tidak berkembang di daerah tersebut. Pembantaian ulama dan dai terus dilakukan hingga Burma dikuasai Inggris di tahun 1824. Burma dan Arakan kemudian disatukan ke dalam negara persemakmuran Inggris di India hingga 1937. Selanjutnya, bencana besar terjadi di tahun 1942. Orang-orang beragama Budha dari suku Magh yang juga menghuni wilayah Arakan, dipersenjatai saudara mereka di Burma untuk membantai warga muslim di Rohingya (Arakan). Baca: Kisah Mukena Khofifah untuk Muslimah Rohingya Medio 4 Januari 1948, Burma merdeka dan mengganti nama Myanmar. Mereka juga menguasai wilayah Arakan. Ketika pemerintah militer berkuasa melalui kudeta Jenderal Ne Win tahun 1962, umat Islam di wilayah Arakan didzalimi dan diintimidasi. Dan hingga saat ini, junta militer di Myanmar terus melakukan penindasan terhadap suku asli Arakan yang mayoritas beragama Islam. Kondisi ini terus mengundang keprihatinan dan kecaman dari masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia. "Kalau tidak ada aturan ke luar negeri, mungkin kami sebagai umat muslim, sudah jihad ke sana. Kami hanya warga sipil, maka kami berharap pada pemerintah Indonesia untuk segera mendesak PBB, tandas Yahya. 
Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.