Pola Penyelundupan Benih Lobster Mirip Narkoba

-
Pola Penyelundupan Benih Lobster Mirip Narkoba
PERDAGANGAN GELAP LOBSTER: Penangkapan benih lobster di Jatim masih marak, karena dipengaruhi pola perdagangan gelap yang semakin canggih. | Foto: Ilustrasi (Ist) SURABAYA, Barometerjatim.com Peraturan sudah dibuat, larangan sudah diumumkan. Namun penangkapan benih lobster di Jatim masih marak. Hal itu dipengaruhi pola perdagangan gelap bibit lobster yang semakin canggih. Polanya hampir mirip dengan perdagangan narkoba. Terkadang kami saja dengan aparat hukum juga sulit menembus transaksinya, kata Kabid Kelautan, Pesisir dan Pengawasan Dinas Perikanan dan Kelautan Jatim, Fathur Rozak. Di Jatim saja, tandasnya, jumlah pelanggar yang sudah ditangkap ada 15 kasus dengan satu kasus masih dalam proses di Kabupaten Banyuwangi. Dikatakan Fathur, upaya menghentikan penjualan benih lobster sebenarnya harus menangkap para penyelundup. Sebab, beberapa nelayan masih memaksakan mencari benih lobster dan menjualnya pada penadahnya. Baca: Demi Rp 150 Juta, Oknum TNI AL Tembak Mati Istri Kades Jika penjual, bakulan atau penadah itu ditangkap maka nelayan juga tidak akan bisa menyuplai dan tidak akan ada pembelinya, katanya. Sampai saat ini, penangkapan atau pengambilan benih lobster masih dalam larangan pemerintah, seperti yang tertera dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 1 Tahun 2015 tentang larangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan bertelur. Permen KP sebenarnya tak melarang total penangkapan lobster, kepiting dan dan rajungan, namun ada ketentuan yang tak boleh dilanggar. Dalam pasal 2 membolehkan penangkapan lobster dengan ukuran panjang karapas lebih dari 8 cm (di atas 8 cm). Lalu kepiting dengan ukuran lebar karapas lebih dari 15 cm, serta rajungan dengan ukuran lebar karapas lebih dari 10 cm. Baca: KPK Obok-obok Jatim, Polda Merasa Tetap Juara Selain itu, aturan yang penting juga ada pada pasal 4 yang mewajibkan setiap nelayan untuk melepaskan lobster, kepiting dan rajungan dalam kondisi bertelur. Jika sampai terkena sidak, maka para tersangka akan dijerat sanksi denda Rp 250 juta, merujuk pada UU No 45 Tahun 2009 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Ini bisa diarahkan ke delik tuntutan merusak sumber daya ikan dikaitkan ke pasal 12 junto pasal 26 pidana uu 45/2009, dengan hukuman kurungan  serta denda Rp 2 miliar.
Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.