Kadis Pertanian Ungkap Pemprov Jatim Minta Beras Impor ke Pusat, Lho Katanya Surplus?

-
Kadis Pertanian Ungkap Pemprov Jatim Minta Beras Impor ke Pusat, Lho Katanya Surplus?
Ilustrasi Beras: | Foto: Barometerjatim.com/ABDILLAH HR

SURABAYA, Barometer Jatim – Pemprov Jatim tak kuasa menolak beras impor. Bukan lagi menerima, tapi malah meminta ke pemerintah pusat lantaran beras di provinsi yang dipimpin Gubernur Khofifah Indar Parawansa berubah mahal dan langka.

“Kebijakan Pemprov Jatim meminta kelonggaran dari pemerintah pusat, agar bisa menyalurkan sebagian beras impor yang dibongkar di Jatim untuk disalurkan di Jatim,” ungkap Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, Dydik Rudy Prasetya, Kamis (23/2/2023).

Lho, katanya Jatim surplus 3,1 juta ton bahkan penyuplai beras nasional hingga 18 persen? “Itu (beras impor) dalam rangka menjaga stabilisasi harga beras kita. Bukan berarti Jatim kekurangan beras, bukan! Tapi harga yang tak bisa kita kendalikan ini akan menyebabkan inflasi yang sangat tinggi,” tandasnya.

Mahal dan langkanya beras di Jatim, menurut Dydik, menjadi keprihatinan semua pihak. “Kita sangat prihatin itu, makanya Ibu (Gubernur) berupaya menekan laju inflasi melalui operasi-operasi pasar yang dilakukan Pemprov Jatim bekerja sama dengan Bulog,” katanya.

Berkat operasi pasar yang dilakukan, klaim Dydik, saat ini ada pergerakan harga mulai turun. Di Pasar Wonokromo Surabaya, misalnya, harganya sudah mendekati Rp 9 ribu. Artinya operasi pasar yang dilakukan sudah bisa sedikit mengurangi gejolak harga di masyarakat.

“Memang belum bisa menyentuh seluruh Jatim, karena operasi pasar yang kita lakukan ya tidak secara masif. Stok yang ada di Bulog kan ndak mungkin kita lakukan untuk operasi pasar secara keseluruhan di Jatim,” kata Dydik.

“Tapi minimal harga yang ada di pasaran sudah menurun dibandingkan kemarin di awal-awal Januari, Februari yang cukup meresahkan kita. Angkanya medium itu mendekati harga beras premium,” imbuhnya.

Sementara terkait kebutuhan menjelang puasa dan lebaran, Dydik tak khawatir karena di akhir Februari sudah banyak panenan. Ada sekitar 490 ribu ton beras dengan luas panen 1,5 juta.

“Artinya ada stok beras nanti akan masuk dia akhir Februari ini. Ramadhan kan sekitar Maret, Maret awal kita sudah panen di beberapa tempat. Harapan kita penggilingan-penggilingan padi mulai dapat bahan baku untuk diproses menjadi beras, sehingga bisa menyetabilkan harga,” paparnya.

Terkait kelangkaan beras saat ini, Dydik juga mengaku bingung karena seharusnya Jatim surplus. Kendati tahun ini ada anomali, khusunya di Januari dan Februari, tapi kalau dilihat dari data produksi angka neraca di Desember 2022 masih ada sisa stok sekitar 850 ribu ton.

“Kemudian di Januari kita ada penenan sekitar 192 ribu ton, kemudian di Februari ada 249 ribu ton. Artinya jika kita tambah neraca yang di Desember 850 ribu ton ditambah 192 ribu ton, itu kan kurang lebih hampir 1 juta sekian ton,” katanya.

Di sisi lain, lanjut Dydik, konsumsi beras Jatim hanya berkisar antara 250-270 ribu ton/bulan. Jika diasumsikan stok 1 juta ton sekian, mestinya cukup. Apalagi jika ditambah 249 ribu ton panenan Februari maka menjadi 1,3 juta ton. Dengan dikonsumsi 250x2 = 500 ribu ton, masih ada sekitar 600 ribu ton.

“Artinya, dari sisi stok sebetulnya beras kita cukup. Cuma yang jadi masalah, kita ndak tahu keberadaan beras ini di mana?” herannya.

Beberapa waktu lalu, beber Dydik, Khofifah juga menerima audiensi petani, penggilingan padi, dan pengusaha beras, semaunya menyatakan kalau stoknya menipis.

Petani mengaku panennya sedikit, penggilingan padi bilang stoknya rata-rata hanya mencukupi 1-3 hari untuk bahan baku diolah jadi beras, dan pelaku usaha mengaku gudang-gudangnya tidak memiliki banyak stok.{*}

» Baca berita Pemprov Jatim. Baca tulisan terukur Abdillah HR.

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.