Indo Publika: Dana Hibah Itu Ada di Eksekutif Bukan Legislatif, KPK Wajib Periksa Khofifah!
SURABAYA, Barometer Jatim – Pengusutan kasus dugaan korupsi hibah semakin meluas. Setelah empat pimpinan DPRD dan sejumlah OPD Pemprov Jatim, Rabu (1/2/2023) hari ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa delapan dari sembilan ketua fraksi yang ada di DPRD Jatim.
Apakah KPK juga berpotensi memeriksa Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa mengingat penyidik sebelumnya juga menggeledak ruang kerja perempuan yang juga Ketua Umum PP Muslimat NU tersebut?
“Kalau ini mestinya bukan urusan potensi dan ndak potensi, tapi memang harus diperiksa. Gubernur harus diperiksa, karena dana hibah itu berada di eksekutif, bukan di legislatif,” kata Pemerhati Politik dari Indo Publika, Asep Irama saat dimintai komentar soal kasus hibah yang terjadi di Jatim, Rabu (1/2/2023).
- Baca juga:
Usut Kasus Korupsi Hibah, Hari Ini KPK Periksa Ketua Fraksi DPRD Jatim: Ada Reno hingga Gus Fawait!
“Jadi kalau Khofifah itu sudah wajib diperiksa oleh KPK, harus diperiksa! Kenapa? Karena pemilik anggaran itu eksekutif dalam hal ini gubernur, yang bisa mengeluarkan anggaran itu hanya eksekutif, bukan legislatif. Bagaimana ceritanya legislatif bisa mengelola Pokmas, bisa mengelola keuangan. Nah yang mestinya mengelola itu Bu Khofifah sebagai eksekutif,” sambungnya.
Asep menandaskan, soal dana hibah ini memang sudah keliru sejak awal, karena DPRD tidak ada kewenangan mengerjakan pekerjaan pemerintah. “Fungsi legislatif itu hanya ada tiga: Legislating, budgeting, kemudian controlling. Itu aja, di luar itu pasti pelanggaran!” kata Asip.
“Lalu kenapa ini kok bisa? Kenapa DPRD diizinkan mengelola keuangan oleh Khofifah, ini kan seolah dilegalkan. Kenapa Sahat (Tua Simanjuntak, tersangka dalam kasus ini) dan anggota DPRD Jatim dikasih kewenangan mengelola Pokmas, ini kan kesalahan besar,” tandasnya.
Nah, lantaran ada perpindahan pengelolaan anggaran dari eksekutif ke legislatif, Asep meyakini pasti sepengetahuan Khofifah dan pasti itu ada kesepakatan-kesepakatan. “Entah apa kesepakatannya, ini yang harus dibongkar KPK,” tandasnya.
Tak hanya Khofifah, menurut Asep yang juga Koordinator Nasional Himpunan Aktivis Milenial Indonesia (HAMI), Wakil Gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak juga harus diperiksa karena yang bertanggung jawab terkait dana hibah ini eksekutif bukan legislatif.
“Kalau legislatif sampai diberi kewenangan begitu kan berarti ada 'kesepakatan haram’ yag disepakati, karena ndak ada undang-undang (UU) yang membolehkan DPR/DPRD mengelola uang. Itu enggak ada, mengelola Pokmas ndak ada,” ujarnya.
Kusnadi Kembali Diperiksa
Seperti diberitakan, terkait pengembangan kasus dugaan korupsi dana hibah APBD Jatim, hari ini KPK kembali melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Ada 10 orang yang diperiksa, yakni sembilan anggota DPRD Jatim dan satu orang merupakan pegawai bank.
“Hari ini pemeriksaan saksi TPK suap dalam pengelolaan dana hibah provinsi Jawa Timur, untuk tersangka SHTPS (Sahat Tua Parlindungan Simanjuntak),” kata Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya.
Pemeriksaan, terang Fikri, dilakukan di Mako Detasemen Gegana Satbrimob Polda Jatim, Jalan Gresik 39, Morokrembangan, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya.
- Baca juga:
Usai KPK Periksa 4 Pimpinan DPRD Jatim Terkait Kasus Hibah, MAKI Yakin Bakal Ada Tersangka Baru!
Sembilan anggota dewan yang diperiksa yakni Ketua DPRD Jatim, Kusnadi (pemeriksaan kedua) dan delapan lainnya ketua fraksi: Sri Untari (Fraksi PDIP), Fauzan Fuadi (Fraksi PKB), Muhammad Fawait (Fraksi Partai Gerindra), Muhamad Reno Zulkarnaen (Fraksi Partai Demokrat).
Lalu Blegur Prijanggonon (Fraksi Partai Golkar), Suyatni Priasmoro (Fraksi Partai Nasdem), Heri Romadhon (Fraksi PAN), dan Achmad Sillahuddin (Fraksi PPP). Sedangkan satu orang lagi yakni Maudy Farah Fauzi, pegawai Bank BNI Cabang HR Muhammad Surabaya.{*}
» Baca berita terkait Pemprov Jatim. Baca tulisan terukur Roy Hasibuan.