Edukasi Masyarakat soal Gizi, Muslimat NU dan Aisyiyah Bergandengan Tangan

SURABAYA, Barometerjatim.com – Dua organisasi perempuan besar di Indonesia, Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) dan Aisyiyah Muhammadiyah melakukan kolaborasi dalam edukasi dan meningkatkan literasi gizi.
Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU, dr Erna Yulia Soefihara menuturkan, soliditas Muslimat-Aisyiyah ini untuk menunjukkan komitmen dalam mengedukasi masyarakat mengenai pemberian makanan dan minuman bergizi kepada anak. Hal ini berdasarkan temuan saat turun ke lapangan, masyarakat masih banyak yang belum paham terkait pentingnya edukasi gizi.
“Saat kami turun ke lapangan, seperti di wilayah NTT (Nusa Tenggara Timur) dimana merupakan salah satu daerah dengan angka stunting yang tinggi, kami melihat sendiri bagaimana kondisi anak terutama balita di daerah Timor Tengah Utara termasuk kurang gizi bahkan sudah termasuk stunting.” papar Erna dalam keterangannya, Rabu (21/12/2022).
Sebagaimana diketahui, kecukupan gizi anak saat ini masih sangat jauh apabila asupan gizi keluarga secara umum juga belum terpenuhi. Persolan gizi masih menjadi tantangan kesehatan bagi anak di Indonesia.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2018 mencatat, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita di Indonesia mencapai 17,7ri populasi dan stunting mencapai angka 24,4%.
Nah, dari hasil edukasi yang dilakukan Muslimat dan Aisyiyah kepada para kader masing-masing, 40 ribu kader kesehatan telah terjangkau program tersebut di berbagai daerah.
Erna melanjutkan, setelah melihat kondisi di NTT, dia dan kader Muslimat NU di wilayah tersebut melakukan berbagai cara agar masyarakat teredukasi mengenai pentingnya gizi bagi anak dan keluarga.
“Kami pun memberikan contoh makanan bergizi yang bisa didapatkan masyarakat di daerah tersebut. Dimana Timor Tengah Utara merupakan daerah penghasil ikan yang bermanfaat bagi gizi anak, namun masyarakat terutama orang tua tidak membiasakan memberikan anaknya ikan. Kami malah banyak menemui orang tua yang memberikan anaknya uang untuk jajan makanan dan minuman yang tidak bergizi.” ujarnya.
Erna menyayangkan orang tua yang memperbolehkan anaknya untuk jajan sembarangan, termasuk di dalamnya anak mengkonsumsi kental manis. Dia juga mengatakan, masyarakat di wilayah tersebut masih banyak yang beranggapan bahwa kental manis merupakan susu pengganti untuk anak padahal hal tersebut salah.
Berdasarkan batas saran dari World Health Organization (WHO), jumlah gula tambahan untuk anak yang disarankan yakni kurang dari 10% total kebutuhan kalori anak per hari.
Kental manis sendiri punya kadar gula tambahan tinggi dan melebihi batas saran WHO tersebut. Dimana dalam satu porsi (4 sendok makan) yang dijual di pasaran, kalorinya mencapai 130 kkal dengan gula tambahan sebanyak 19 gram dan protein 1 gram.
Dalami Kejadian Stunting
Senada dengan Erna, Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Chairunnisa menyampaikan sepanjang 2022 telah melakukan berbagai upaya terkait edukasi gizi.
Mulai dari penyuluhan dengan turun langsung ke lapangan, hingga melakukan penelitian yang dibuat untuk lebih mendalami penyebab kejadian stunting yang menyasar ibu yang memiliki balita. Hal ini dilakukan Aisyiyah di wilayah Langkat, Medan dan Pekanbaru, Riau.
“Seperti temuan dari Muslimat NU, Aisyiyah juga menemukan fakta bahwa kental manis ini masih banyak di konsumsi masyarakat,” kata perempuan yang akrab disapa Nisa itu.
Berdasarkan penelitian Aisyiyah, lanjutnya, faktor pemberian kental manis karena ketersediaannya yang dapat ditemukan dimana saja dan mudah dijangkau.
“Sehingga dijadikan pilihan oleh masyarakat untuk memberikan produk tersebut ke anak mereka, dibandingkan memberikan makanan dan minuman yang bergizi,” jelasnya.
Kader Aisyiyah, tandas Nisa, menyadari kurangnya edukasi dan literasi terkait gizi inilah yang akhirnya membuat masyarakat terutama di daerah Langkat dan Pekanbaru, untuk menjadikan kental manis sebagai opsi untuk pemberian nutrisi gizi bagi anak.
Nisa menuturkan, kadernya pun melakukan penyuluhan ke masyarakat dengan cara turun ke lapangan untuk memberikan contoh nyata kepada masyarakat. Seperti melakukan demo masak makanan bergizi dan bernutrisi yang sesuai dengan kebutuhan usia anak.
“Saat melakukan demo masak makanan bergizi dan bernutrisi pun kami sempat menemui ada ibu yang memberikan anaknya air dengan gula dan dijadikan sebagai pengganti susu,” katanya.
“Saat melihat hal itu, kami cukup prihatin dan merasa perlu digencarkan penyuluhan kepada para ibu terkait larangan pemberian air dengan gula untuk menjadi nutrisi tambahan bagi balitanya,” papar Nisa.{*}
» Baca berita terkait Gizi Buruk. Baca tulisan terukur lainnya Retna Mahya.