Kiai Dijadikan Objek Survei, Rais Aam PBNU: Itu Suul Adab!

| -
Kiai Dijadikan Objek Survei, Rais Aam PBNU: Itu Suul Adab!
JANGAN 'SERET' KIAI KE POLITIK PRAKTIS: KH Maruf Amin dan Khofifah Indar Parawansa dalam acara Muslimat NU. Kalangan NU dan pesantren sangat menghindari suul adab terhadap kiai, apalagi kiai sampai dijadikan objek survei. | Foto: Barometerjatim.com/DOK

SURABAYA, Barometerjatim.com - Warga Nahdlatul Ulama (NU) dan kalangan pesantren sangat menghindari su'ul adab (tak punya adab alias berperilaku buruk atau tidak tahu sopan santun) terhadap kiai. Apalagi sampai menjadikan kiai sebagai objek survei untuk kepentingan sesaat di Pilkada.

Karena itu, kalangan NU tak terkecuali Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ma'ruf Amin menilai lembaga survei yang menjadikan kiai sebagai objek atau unit penelitian survei merupakan tindakan su'ul adab.

"Iya (su'ul adab), ya itulah. Sebaiknya memang kiai itu jangan dipojok-pojokkan, dimacem-macemkan," kata Kiai Ma'ruf di sela menghadiri acara Mengaji untuk Indonesia di UIN Sunan Ampel Surabaya, Rabu (30/8/2017) malam.

Kiai Ma'ruf juga tidak tahu apa maksud lembaga survei tersebut sampai menjadikan kiai sebagai objek penelitian terkait Pilkada. "Saya tidak tahu apa dan arahnya kemana yang punya survei itu," tandas kiai yang juga ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut.

Sebelumnya, Polltrend Education and Research merilis hasil survei bertajuk Opinion Makers Kiai Jatim Survei Kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim dalam Pilgub Jatim 2018 di salah satu hotel di Surabaya. Responden survei tersebut yakni 61 kiai di Jatim.

Survei ini menggolongkan kiai dalam empat tipologi: Kiai politik, kiai panggung, kiai pesantren dan kiai tarekat. Riset yang kita sampaikan ini mengambil fokus kiai.

Kenapa kita mengambil kiai? "Pertama karena aspek geografis kita di Jatim, sebaran pesantren," terang Direktur Eksekutif Polltrend," Khoirul Yahya. Selain itu, sebutan kiai menjadi salah satu pertimbangan banyak hal, baik di dalam referensi keagamaan maupun di dalam perilaku pemilih.

Survei ini tak hanya dinilai su'ul adab terhadap kiai, tapi juga dikritisi sesama lembaga survei karena tidak mengikuti kaidah metodologi penelitian secara konsisten dan "taat asas".

"Bila diputuskan memakai metode penelitian kualitatif lewat pengumpulan data dengan Focus Group Discussion (FGD), adalah salah asas kalau kemudian peneliti mengeluarkan data yang dihasilkan dengan angka dan persentase," kritik Direktur Eksekutif Surabaya Consulting Group (SCG), Didik Prasetiyono.

Komisioner KPU Jatim periode 2003-2008 itu bahkan, menegaskan, hasil survei Pilkada sebenarnya akan membantu pemilih sebagai alat analisa dalam pengambilan keputusan.

Karena itu tren adanya penyalahgunaan penelitian sebagai alat pembentukan opini semata, atau yang dikenal dengan survei pesanan, haruslah dihindari. "Para ilmuwan dan peneliti harus teguh menjaga integritas dengan tetap mematuhi kaidah keilmuan dalam survei penelitian Pilkada," tandasnya.{*}

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.